KEARIFAN LOKAL ; PENGETAHUAN DAN PRAKTIK JITU MEMBANGUN KESIAPSIAGAAN  terjemahan - KEARIFAN LOKAL ; PENGETAHUAN DAN PRAKTIK JITU MEMBANGUN KESIAPSIAGAAN  Inggris Bagaimana mengatakan

KEARIFAN LOKAL ; PENGETAHUAN DAN PR

KEARIFAN LOKAL ; PENGETAHUAN DAN PRAKTIK JITU MEMBANGUN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA.

Praktik-praktik mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi resiko bencana telah banyak dilakukan, baik difasilitasi oleh kelompok masyarakat, individual, pemerintah maupun organisasi kemanusiaan mencakup penerapan teknologi maupun non teknologi .Kecanggihan teknologi tidak selalu dapat diandalkan, hal ini yang dirasakan masyarakat di pesisir Aceh yakni Simeleu. Salah satu penyebab rendahnya angka korban tewas di Pulau Simeulue adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat setempat atau lebih dikenal dengan Smong. Kearifan atau pengetahuan Smong ini berasal dari “pengalaman nenek moyang” sekitar tahun 1907. Ketika terjadi gempa besar yang menimbulkan tsunami hingga menewaskan banyak penduduk pulau. Cerita-cerita tentang peristiwa 1907 ini kemudian diterjemahkan menjadi kisah-kisah, monument peringatan, dan pengingat dalam upacara adat, yang lalu diteruskan kepada anak cucu mereka dengan pola beragam. Dengan demikian, masyarakat akan semakin siap menghadapi ancaman yang datang secara parsial maupun simultan.
Tentu masih terbayang dalam benak kita terhadap kejadian Gempa dan Tsunami yang meluluh lantakkan Aceh dan daratan sekitar samudera Hindia. Di balik itu ada kisah sukses yang muncul, masyarakat Simeulue yang tinggal di lepas pantai Sumatera bagian dari Provinsi Aceh. Mereka memanfaatkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan nenek moyang mereka untuk menyelamatkan diri dari tsunami yang menghancurkan. Kasus tersebut dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi kasus yang paling sering disebut.
Beberapa dekade silam, Kepulauan Simeulue pernah diguncang gempa bumi dan tsunami. Tragedi terakhir Desember tahun 2004, Kepulauan Simeulue minim korban imbas bencana gempa dan tsunami. Laporan resmi pemerintah yang dikutip dari TDMRC (Tsunami & Disaster Mitigation Research Center) Unsyiah Banda Aceh tahun 2009, menyebutkan hanya ada tujuh korban dari keseluruhan populasi yang jumlahnya sekitar 78.000, di mana 95% di antaranya bermukim di wilayah pantai. Ketika terjadi gempa pada 26 Desember 2004,
Berbekal pengetahuan kearifan lokal, masyarakat di Simeulue mengerti jika mereka harus berada dimana saat terjadinya bencana tsunami. Pengetahuan dan praktik lokal ini terbukti mampu meminimalisir kerugian yang timbul akibat bencana, selain itu daya dukung tekstur tanah dan ketinggian (bukit) menjadi modal penyelamat puluhan ribu anak-anak dan usia dewasa saat tsunami melanda kawasan pesisir ini.
Menurut mereka, kearifan atau pengetahuan itu berasal dari “pengalaman nenek moyang” pada tahun 1907, ketika terjadi sebuah gempa besar yang menimbulkan tsunami hingga menewaskan banyak penduduk pulau. Cerita-cerita tentang peristiwa 1907 ini kemudian diterjemahkan menjadi kisah-kisah, monumen peringatan, dan sering dilagukan dalam upacara-upacara adat, diteruskan kepada anak cucu mereka dengan pola yang beragam.
Orang Simeleue sering menyebutnya sebagai smong yang dalam bahasa ilmiahnya berarti tsunami. Munculnya sebutan smong di pesisir Simeuleu mengindikasikan jika mereka tidak harus menguasai teknologi canggih untuk siapsiaga bencana tsunami yang konon pernah terjadi di pulau “mungil” tersebut.
Sejauh ini, belum ada kebenaran persis kapan istilah smong pertama muncul, namun warga penduduk Simeleu mengetahui liriknya dengan persis dan menjadi amalan wajib bagi setiap warga yang menghuni kepulauan cantik tersebut.
Hasil tinjauan referensi oleh penulis di media cetak dan internet, kata smong bermakna gejala alam naiknya air laut ke darat yang berbentuk mega gelombang dapat menghancurkan apapun. Cerita tentang smong dan kejadian tsunami yang pernah melanda kepulauan ini kemudian diwariskan ke anak cucu mereka tanpa arahan bahasa yang konkret. Senandung smong ini diceritakan bukan semata-mata untuk memastikan generasi lebih siap menghadapi resiko tsunami di kemudian hari, akan tetapi lebih pada penafsiran dan penyajian frame tentang kejadian yang pernah terjadi di Pulau tercinta ini. Hal ikhwal, tragedi masa lalu itu ternyata menyisakan gangguan traumatik yang serius sehingga terbitlah senandung-senandung yang dinyanyikan secara sendiri-sendiri, diwariskan secara bercerita runtun ketika mereka beristirahat dengan nyaman di rumah.

Smong dengan jalur komunikasi efektif
Cerita yang berkembang di masyarakat atas kejadian masa lampau sering mengisahkan tentang derita umat manusia. Tsunami Simeulue yang meluluhlantakkan daratan tahun 1907 menurut cerita para sesepuh terjadi pada hari Jumat. Tragedi ini berlangsung ba,da Jumat, ketika para jamaah mesjid kembali dari kewajiban ibadahnya. Logika pemahaman masyarakat di Aceh khususnya Simeulue, jika bencana terjadi hari Jumat merupakan bentuk murka Tuhan untuk menyadarkan umat manusia agar tidak lalai akan kenikmatan duniawi, oleh sebab itu peristiwa ini bernilai religius.
Penyampaian cerita Smong oleh masyarakat Simeulue berhasil menyelamatkan puluhan ribu umat manusia saat Aceh diguncang gempa dan tsunami Desember 2004. Tidak dapat dipandang sebelah mata, hal ini didasarkan atas beberapa hal; Pertama, cerita smong merupakan informasi yang benar-benar terjadi dalam sosial masyarakat Simeulue. Kedua, penyampaian Smong dilakukan dalam keluarga, antar sesama anggota keluarga, berlanjut antar keluarga. Kedua hal ini dapat dikatakan cara berkomunikasi yang efektif untuk menjelaskan kepada umat manusia di Simeulue tentang resiko bencana di tempat mereka. Berbeda dengan cara komunikasi modern yang sering mengindahkan karakteristik dan insiden lokal, cenderung melakukan penyebaran informasi dengan teknik yang jauh lebih luas.
Seiring perkembangan zaman menuju modernisasi, kehadiran alat komunikasi modern, maka terjadilah arus informasi yang lebih luas. Umat manusia cenderung menjiplak dan menjadikan peradaban yang tidak sesuai dengan karakteristik suatu tempat sebagai suatu pelajaran yang berharga dengan mengindahkan pengalaman tempo dulu atau kearifan lokal yang mereka miliki.
Gambaran ini sebagai tuntutan prosedur komunikasi dan informasi kebencanaan yang pernah terjadi di tempat mereka. Prosedur terbaru ini selalu dituntut agar memuat informasi yang benar dan dapat menjadi contoh keberhasilan kearifan lokal lisan Smong sebagai kekayaan dan memiliki makna penting bagi masyarakat Simeulue. Di Kepulauan Simeulue, dongeng nina bobo Smong terbukti dapat mengurangi dan menyelamatkan puluhan ribu umat manusia. Hikmah yang dapat diambil dari kearifan lokal Smong, sebagai praktik asli, masyarakat masih mempraktikkan kearifan lokal tersebut hingga hari ini, walaupun menurut sebagian kalangan dianggap sebagai praktik yang semu.

Kemajuan Pembangunan dan Eksistensi Kearifan Lokal
Seiring meningkatnya populasi penduduk dan kemajuan pembangunan, menurut para sesepuh di sana secara perlahan dapat mempengaruhi praktik kearifan lokal untuk pengurangan resiko bencana. Pertanyaan yang harus kita jawab bersama, bagaimana pengaruh kemajuan pembangunan terhadap kearifan lokal ini? Apakah kearifan lokal ini perlu dilestarikan, jika suatu saat nanti masyarakat menganggap kecanggihan teknologi lebih ampuh daripada tradisi?
Kemajuan pembangunan tidak selalu membuka ruang atas praktik-praktik lokal. Ketika kearifan lokal dianggap dapat digantikan, masyarakat tidak sadar jika mereka berada dalam kondisi rentan. Puluhan tahun, Smong telah membantu puluhan ribu umat manusia di Simeulue yang rawan bencana, namun ketika kemajuan pembangunan bergerak cepat, maka Smong sepertinya akan sulit dipahami dalam konteks modern. Namun, sejalan kemajuan teknologi dan pembangunan disisipkan gejala alam berupa bencana, saat itulah kearifan lokal Smong akan kembali diingat.
Majunya pembangunan di daerah, disertasi persiapan masyarakat melalui sosialiasi spanduk, leaflet, seminar, workshop maupun Focus Group Discussion (FGD), masih perlu belajar banyak dari tradisi Smong. Hal yang paling berperan di dalamnya adalah kondisi pemukiman, geografis dan kependudukan masyarakat Simeulue. Masyarakat di Gampong-gampong yang berpegang teguh dan mencintai legenda Smong tersebut berhasil selamat dari bencana. Rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti akan pentingnya penataan pemukiman sebagai modal pengurangan resiko bencana. Bilamana, jalan tembus maupun jalur evakuasi tidak tersedia, pengetahuan dan tradisi Smong belum tentu mampu menyelamatkan puluhan ribu manusia dari marabahaya bencana. Hikmah yang dapat diambil, pengurangan resiko bencana pada masa yang akan datang perlu diterapkan pendekatan yang lebih global demi menyelamatkan umat manusia dari bencana.
Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat Simeulu, oleh sebagian orang dianggap kuno dan kolot, meskipun begitu kesabaran dan keteguhan masyarakat Simeulue mempertahankan tradisi ini dapat dikatakan sukses karena mampu selamat dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan ketika bencana datang mendadak.
Pengalaman-pengalaman program NGOs yang diperoleh melalui mapping, FGD, seminar, training, workshop dan rencana aksi pengurangan resiko bencana menunjukkan bahwa berhasil tidaknya pembangunan masyarakat yang sensitif Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sangat bergantung pada karakteristik, adat istiadat, pengalaman dan kearifan lokal setempat terintegrasi dengan ide-ide perubahan para pekerja kemanusiaan untuk melahirkan inovasi dalam masyarakat. Praktik kearifan lokal tidak hanya menentukan keberhasilan pembangunan, namun lebih dari itu, sebagai langkah yang dapat menentukan sustainability pembangunan.
Keterlibatan masyarakat dalam semua proses pengurangan resiko bencana menjadi modal penting sebagaimana yang dicita-citakan dalam Kerangka Aksi Hyogo. Jauh hari sebelum adanya Early Warning System (EWS), tanggap darurat, Sphere Project, masyarakat gampong telah mendahului dalam upaya pengurangan resiko bencana dengan cara yang berbasis adat istiadat yang dapat diturunkan hingga ke anak cucu.
0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Inggris) 1: [Salinan]
Disalin!
LOCAL WISDOM; KNOWLEDGE AND PRACTICE OF COMMUNITY PREPAREDNESS BUILDING SHARPSHOOTER IN THE FACE OF DISASTER.Preparing community practices in the face of disaster risk has been widely performed, whether facilitated by community groups, individuals, Governments and humanitarian organizations includes the application of technology and technology. The sophistication of the technology is not always reliable, it is perceived by the coastal communities in Aceh, namely Simeleu. One of the causes of the low figures for the death toll on the island of Simeulue is local wisdom who owned the local community or better known as Smong. Wisdom or knowledge Smong derives from "the experience of ancestors" circa 1907. When a large earthquake occurs causing a tsunami up to killing many of the inhabitants of the island. The stories about the events of 1907 is then translated into stories, monument, Memorial and reminder in the traditional ceremony, which is then passed on to their offspring with diverse patterns. Thus, the public will be more ready to face the threat that came partially as well as simultaneous. Certainly still imprinted in our minds against the occurrence of earthquake and Tsunami which had been in Aceh and the Mainland around the Indian Ocean. Behind it there is a success story that emerges, people living in Simeulue off the coast of Sumatra, part of Aceh province. They utilize the knowledge passed down orally their ancestors in order to save themselves from the devastating tsunami. Such cases in recent years, this being the case the most often referred to. A few decades ago, the islands of Simeulue was once rocked by earthquake and tsunami. The tragedy last December 2004, skimpy Simeulue Islander victims of earthquake and tsunami disaster swept up. Official government report which quoted from TDMRC (Tsunami & Disaster Mitigation Research Center) Unsyiah Banda Aceh in 2009, mention there are only seven victims from the entire population of which there are about 78,000, where 95% of whom settled in the coastal areas. When the earthquake occurred on 26 December 2004, Armed with the knowledge of local wisdom, society in Simeulue understand if they have to be where in the wake of the tsunami disaster. This local knowledge and practices proven to be able to minimize the losses caused by disasters, besides power support soil texture and height (Hill) into capital rescue tens of thousands of children and adult age when the tsunami hit coastal areas. According to them, wisdom or knowledge that comes from "the experience of ancestors" in 1907, when a massive earthquake which caused a tsunami up to killing many of the inhabitants of the island. The stories about the events of 1907 is then translated into stories, Memorial, and often dilagukan in indigenous rites, passed on to their offspring with a varied pattern.Simeleue people often refer to it as a scientific language smong means tsunamis. The emergence of the term coastal smong Simeuleu indicate if they do not have to master advanced technology to siapsiaga tsunami disaster which purportedly occurred on the island of "teeny". So far, there has been no truth exactly when the term smong first appeared, but the citizens of residents of Simeleu know the lyrics with exactly the practice and become mandatory for every citizen who inhabit these beautiful islands.Hasil tinjauan referensi oleh penulis di media cetak dan internet, kata smong bermakna gejala alam naiknya air laut ke darat yang berbentuk mega gelombang dapat menghancurkan apapun. Cerita tentang smong dan kejadian tsunami yang pernah melanda kepulauan ini kemudian diwariskan ke anak cucu mereka tanpa arahan bahasa yang konkret. Senandung smong ini diceritakan bukan semata-mata untuk memastikan generasi lebih siap menghadapi resiko tsunami di kemudian hari, akan tetapi lebih pada penafsiran dan penyajian frame tentang kejadian yang pernah terjadi di Pulau tercinta ini. Hal ikhwal, tragedi masa lalu itu ternyata menyisakan gangguan traumatik yang serius sehingga terbitlah senandung-senandung yang dinyanyikan secara sendiri-sendiri, diwariskan secara bercerita runtun ketika mereka beristirahat dengan nyaman di rumah.Smong dengan jalur komunikasi efektifCerita yang berkembang di masyarakat atas kejadian masa lampau sering mengisahkan tentang derita umat manusia. Tsunami Simeulue yang meluluhlantakkan daratan tahun 1907 menurut cerita para sesepuh terjadi pada hari Jumat. Tragedi ini berlangsung ba,da Jumat, ketika para jamaah mesjid kembali dari kewajiban ibadahnya. Logika pemahaman masyarakat di Aceh khususnya Simeulue, jika bencana terjadi hari Jumat merupakan bentuk murka Tuhan untuk menyadarkan umat manusia agar tidak lalai akan kenikmatan duniawi, oleh sebab itu peristiwa ini bernilai religius. Submission of a story by the Simeulue Smong community managed to save tens of thousands of human beings when Aceh was hit by the earthquake and tsunami of December 2004. Can not be considered one eye, it is based upon several things; First, the story is smong information that really happened in the social community Simeulue. Second, the delivery of Smong done in family, between his fellow family members, continued between families. Both of these can be said to be an effective way of communicating to explain to mankind in Simeulue on disaster risk in their place. In contrast to the way modern communications are often heeded the characteristics and local incident, tend to do the dissemination of information with a technique that is much broader.As the development of the age towards modernization, the presence of modern means of communication, then there was a broader flow of information. Human beings tend to plagiarize and renders a civilization that does not comply with the characteristics of a place as a valuable lesson with regard to the experience of tempo or local wisdom they have.Gambaran ini sebagai tuntutan prosedur komunikasi dan informasi kebencanaan yang pernah terjadi di tempat mereka. Prosedur terbaru ini selalu dituntut agar memuat informasi yang benar dan dapat menjadi contoh keberhasilan kearifan lokal lisan Smong sebagai kekayaan dan memiliki makna penting bagi masyarakat Simeulue. Di Kepulauan Simeulue, dongeng nina bobo Smong terbukti dapat mengurangi dan menyelamatkan puluhan ribu umat manusia. Hikmah yang dapat diambil dari kearifan lokal Smong, sebagai praktik asli, masyarakat masih mempraktikkan kearifan lokal tersebut hingga hari ini, walaupun menurut sebagian kalangan dianggap sebagai praktik yang semu.Kemajuan Pembangunan dan Eksistensi Kearifan Lokal Seiring meningkatnya populasi penduduk dan kemajuan pembangunan, menurut para sesepuh di sana secara perlahan dapat mempengaruhi praktik kearifan lokal untuk pengurangan resiko bencana. Pertanyaan yang harus kita jawab bersama, bagaimana pengaruh kemajuan pembangunan terhadap kearifan lokal ini? Apakah kearifan lokal ini perlu dilestarikan, jika suatu saat nanti masyarakat menganggap kecanggihan teknologi lebih ampuh daripada tradisi?The progress of development is not always open spaces over the local practices. When the local wisdom is considered can be replaced, the public are not aware if they are in a vulnerable condition. Decades, Smong has helped tens of thousands of human beings in disaster-prone Simeulue, however when the progress of the construction of a fast-moving, then Smong seem to be elusive in the modern context. However, the line of technological advancement and development of natural disaster in the form of symptoms is inserted, that's when the local wisdom Smong will return in mind.The advance development in the areas, dissertation preparation community through socializing banners, leaflets, seminars, workshops or Focus Group Discussion (FGD), still need to learn so much from the tradition of Smong. The most instrumental in it is a condition of the settlement, geographical and population society Simeulue. Communities in the gampong Gampong-sticking and loves the Smong legend managed to survive the disaster. The recommendations need to be acted upon will be the importance of structuring a settlement as the capital of the disaster risk reduction. When, the translucent or evacuation path is not available, the knowledge and traditions of Smong not necessarily able to save tens of thousands of people from mean disaster. The wisdom that can be taken, the reduction of disaster risk in the future need to apply a more global approach for the sake of saving the human race from disaster. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat Simeulu, oleh sebagian orang dianggap kuno dan kolot, meskipun begitu kesabaran dan keteguhan masyarakat Simeulue mempertahankan tradisi ini dapat dikatakan sukses karena mampu selamat dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan ketika bencana datang mendadak. Pengalaman-pengalaman program NGOs yang diperoleh melalui mapping, FGD, seminar, training, workshop dan rencana aksi pengurangan resiko bencana menunjukkan bahwa berhasil tidaknya pembangunan masyarakat yang sensitif Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sangat bergantung pada karakteristik, adat istiadat, pengalaman dan kearifan lokal setempat terintegrasi dengan ide-ide perubahan para pekerja kemanusiaan untuk melahirkan inovasi dalam masyarakat. Praktik kearifan lokal tidak hanya menentukan keberhasilan pembangunan, namun lebih dari itu, sebagai langkah yang dapat menentukan sustainability pembangunan.Keterlibatan masyarakat dalam semua proses pengurangan resiko bencana menjadi modal penting sebagaimana yang dicita-citakan dalam Kerangka Aksi Hyogo. Jauh hari sebelum adanya Early Warning System (EWS), tanggap darurat, Sphere Project, masyarakat gampong telah mendahului dalam upaya pengurangan resiko bencana dengan cara yang berbasis adat istiadat yang dapat diturunkan hingga ke anak cucu.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Hasil (Inggris) 2:[Salinan]
Disalin!
LOCAL WISDOM ; KNOWLEDGE AND PRACTICES JITU BUILDING SOCIETY IN DEALING WITH DISASTER PREPAREDNESS. Practices prepare the public in the face of disaster risks have been carried out, both facilitated by community groups, individuals, government and humanitarian organizations include the application of technology and non-technology .Kecanggihan technology is not always reliable, it is the public felt in the Aceh coast Simeleu. One cause of the low number of deaths on the island of Simeulue is owned indigenous or local community better known as Smong. Smong wisdom or knowledge is derived from the "experience of ancestors" around 1907. When a large earthquake occurs that causes a tsunami that killed many residents of the island. The stories about the events of 1907 are then translated into stories, monument warnings, and reminders in the ceremonies, who then passed on to their descendants with diverse patterns. Thus, people will be more prepared to deal with threats that come partially or simultaneously. Of course they imagined in our minds on the incidence of earthquake and tsunami that devastated Aceh and the land around the Indian Ocean. Beyond that there are success stories that emerge, people who live in Simeulue off Sumatra coast of Aceh province. They make use of knowledge handed down orally of their ancestors to escape from the tsunami that destroyed. The case in recent years to be the case most often mentioned. Some decades ago, never rocked Simeulue Islands earthquake and tsunami. Tragedy last December 2004, Simeulue Islands minimal impact victims of the earthquake and tsunami. The government's official report quoted from TDMRC (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) Unsyiah Banda Aceh in 2009, mentions only seven victims of the overall population numbering around 78,000, where 95% of whom live in coastal areas. When the earthquake occurred on December 26, 2004, Armed with knowledge of indigenous, communities in Simeulue understand if they should be where when the tsunami disaster. This local knowledge and practices proven to minimize losses incurred due to the disaster, in addition to the bearing capacity of soil texture and height (the hills) into capital rescuer of tens of thousands of children and adults age when the tsunami struck this coastal region. According to them, the wisdom or knowledge comes from "experience ancestors" in 1907, when there was a major earthquake causing a tsunami that killed many residents of the island. The stories about the events of 1907 are then translated into stories, memorials, and often chanted in the traditional ceremonies, passed on to their descendants with diverse patterns. People often refer to it as smong Simeleue which in scientific language means the tsunami. The emergence of Simeulue coastal smong designation indicating if they do not have to master advanced technologies for siapsiaga tsunami that is said to have occurred on the island of "small" is. So far, there is no truth smong exactly when the term first appeared, but the residents Simeleu know the exact lyrics and became the practice mandatory for every citizen who inhabit these beautiful islands. The results of reviews by the author in reference print media and the Internet, said smong significant natural phenomena rising seas to land in the form of mega waves can destroy anything. Stories about smong and tsunami that had hit the islands is then passed on to their offspring without landing concrete language. Smong hum is told not merely to ensure the generation better prepared to face tsunami risk later in life, but rather the interpretation and presentation of the frame of the events that have occurred in this beloved island. Matters, it turns out past tragedy leaves serious traumatic disorders that terbitlah hum-hum sung individually, inherited cascading tell when they are resting comfortably at home. Smong with effective communication channels stories developed in the community over past events past often tells about the suffering of mankind. Simeulue Tsunami that devastated the land in 1907 according to the stories of elders happen on Friday. This tragedy took place ba, da Friday, when the pilgrims return from the obligation of worship mosques. Understanding the logic of Simeulue community in Aceh in particular, if a disaster occurred Friday is a form of God's wrath to awaken humanity to not neglect the worldly pleasures, and therefore it is worth a religious event. Submission Smong story Simeulue community managed to save tens of thousands of human beings when Aceh earthquake and tsunami of December 2004. It can not be underestimated, it is based on several things; First, the story smong is the information that is really happening in the social Simeulue. Secondly, the delivery Smong done within the family, among fellow members of the family, continues among families. Both of these can be said to be an effective way of communicating to explain to mankind in Simeulue about disaster risk in their place. In contrast to the modern ways of communication that is often ignored and the characteristics of the local incident, tend to make the dissemination of information with a technique that is much broader. As the times towards modernization, the presence of modern communication tools, then there is a broader flow of information. Human beings tend to be plagiarized and made ​​civilization that does not comply with the characteristics of a place as a valuable lesson to heed past experience or local knowledge at their disposal. This picture as the demands of communication procedures and disaster information that has ever happened in their place. This new procedure is always required in order to load the correct information and can be an example of the success of local wisdom spoken Smong as wealth and has an important meaning for the people of Simeulue. Simeulue Islands, fairy tale lullaby Smong proven to reduce and save tens of thousands of human beings. Lessons learned from local wisdom Smong, as the original practice, people still practice such wisdom to this day, although according to some circles considered a pseudo practice. Progress Development and Local Wisdom Existence With the increasing population and the progress of development, according to the elders there is slowly may affect the practice of local knowledge for disaster risk reduction. The question that we must answer together, how to influence the progress of construction on the local knowledge of this? Is this local knowledge should be preserved, if someday people consider technological sophistication is more potent than tradition? Progress is not always open space development on local practices. When local knowledge is considered to be replaced, the public is not aware if they are in a vulnerable condition. Decades, Smong has helped tens of thousands of people in the disaster-prone Simeulue, but when the construction progress moving quickly, then Smong seems to be elusive in the modern context. However, technological progress and development in line inserted in the form of catastrophic natural phenomena, then that local knowledge Smong will return in mind. advancement of development in the area, dissertation preparation socializing society through banners, leaflets, seminars, workshops and Focus Group Discussion (FGD), still need to learn Smong a lot of tradition. It is most instrumental in it is a condition of the settlement, geographical and demographic Simeulue community. Gampong-village community in which cling to and love the Smong legend survived the disaster. The recommendations need to be followed on the importance of the arrangement as a capital settlement disaster risk reduction. Whenever, the pass or evacuation route is not available, knowledge and traditions Smong not be able to save tens of thousands of people from the disaster distress. Lessons learned, disaster risk reduction in the future need to apply a more global approach in order to save humanity from disaster. Experience and knowledge society Simeulu, by some to be old-fashioned and conservative, despite that patience and persistence Simeuluese maintain This tradition can be said to be a success because it is able to survive the events which are not expected when disaster strikes suddenly. The experiences gained through NGOs program mapping, focus group discussions, seminars, training, workshops and action plans for disaster risk reduction indicates that the success or failure of community development sensitive Disaster Risk Reduction (DRR) is very dependent on the characteristics, customs, local experience and local knowledge integrated with ideas of change of humanitarian workers to deliver innovation in the community. Local wisdom practices not only determine the success of the construction, but more than that, as a step to determine the sustainability of development. The involvement of the community in all the process of disaster risk reduction becomes an important capital as aspired in the Hyogo Framework for Action. Long before the Early Warning System (EWS), emergency response, the Sphere Project, the village community has been preceded in disaster risk reduction efforts in a way that is based customs that can be passed down to children and grandchildren.























Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: