Ba’da sholat Subuh, ia merasakan sekujur tubuhnya sangat kedinginan dan memaksanya berjalan pulang melewati setapak jalan berdebu Embun pagi itu semakin membuat tubuhnya seperti terbungkus es Bibirnya tak henti-henti bertasbih.
Cahaya dari langit belum menerangi tanah Masih remang-remang Lembab berembun Setetes embun jatuh dari langit yang biru bersih, turun kemudian singgah di ruas-ruas daun bunga sepatu menuruni alur tangkai pohonnya dan luruh terjatuh ke tanah berdebu Lenyap
Selimut membantu menghangatkan tubuh rentanya Aroma secangkir teh di atas meja menerawang hingga ke ujung hidungnya Ia mencoba bangun dari perbaringannya hendak meneguk teh yang biasa ia nikmati Secangkir teh buatan istrinya yang setia mendampingi hingga penghujung hidupnya
Jari-jari tangannya bergetar memegang cangkir Tangannya tak kuasa menopang cangkir berisi air teh itu Kraannkk! Suara itu mengagetkan istrinya Sontak ia bergegas menemui sang suami.
Terlihat ia sedang kedinginan, menggigil sampai-sampai bibirnya bergetar Puing-puing pecahan cangkir berserakan Air teh yang kemerahan bersimbah membasahi lantai semen Mengundang semut-semut mengerumuninya.
Raut wajah wanita tua itu segera berubah Rasa khawatir pada sang suami segera memenuhi relung jiwanya Ia terlihat kelelahan Wajahnya pucat pasi Kedua bola matanya terlihat berlinangan air mata Baru kali ini ia merasa seperti itu.
Tubuh renta nan lemah itu kini tak bisa apa-apa, Hanya berbaring lemah tak berdaya Kini segala aktivitas yang biasa ia lakukan sendiri dibantu oleh istri dan anak-anaknya Setidaknya ia tidak terlalu merepotkan orang lain Setiap kali waktu sholat tiba, ia tidak pernah sekalipun meninggalkan kewajibannya ini.
Semakin hari ia merasa keadaannya semakin lemah Tak sekalipun ia mengeluh, Ia semakin bersyukur dengan keadaannya saat ini Dengan begitu ia bisa lebih mendekatkan diri dengan Sang Khalik