c. Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran
Teori ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pramagtic (pramagtist) theory of truth. Pramagtisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat. Istilah pragmatisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Doktrin pragmatisme ini diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema how to make our ideas clear yang kemudian dikembangan oleh beberapa ahli filsafat Amerika. Di antara tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859-1952) (Suriasumantri: 2000).
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku (works) (Bakhtiar: 2000).
Jadi, bagi para penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequnce). Menurut pendekatan ini, tidak ada apa yang disebut kebenaran yang tetap atau kebenaran yang mutlak (Bakhtiar: 2000).