Dalam memelihara hidup dalam dunia kedokteran juga memenuhi tujuan hukum kedua, yakni memelihara, menjaga kehidupan, hifz al-nafs. Seorang dokter tidak dapat mencegah atau menunda kematian karena hal itu hanya ada di tangan Allah. Namun, dokter berusaha menjaga kualitas kehidupan setinggi-tingginya sampai kematian tiba. Dokter mempunyai andil dalam menjaga hidup melalui upaya memaksimalkan fungsi psikologis. Pengetahuan seorang dokter digunakan untuk mencegah, mengobati, dan memulihkan kesehatan manusia.
Syariat Islam berupaya untuk menghilankan kesusahan dari orang sakit dengan segalah macam cara dan meringankan beban-bebannya. Karena itulah, Islam memberikan keringanan tidak melakukan ibadah puasa pada bulan ramadhan bagi orang yang sakit. Begitu pula dengan ibadah haji dan ibadah shalat, bahkan apabila air menimbulkan mudharat kepada dirinya ketika berwudhu, maka diperbolehkan bertayammum.
Memelihara akal, hifz al-aql, akal merupakan sumber hikmah (Pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati, dan kebahagian manusia didunia dan akhirat. Dengan akal manusia bisa membedakan yang hak dengan yang batil. Melalui akal, manusia mendapatkan petunjuk menuju ma’rifat kepada Tuhan. Setiap kali manusia mengoprasikan pikiran dan akalnya, menggunakan mata hati dan perhatiannya, maka akan memperoleh rasa aman, merasakan kedamaian dan ketenangan dalam masyarakata atas harta, jiwa, kehormatan dan kemerdekaannya.
Kemudian memelihara keturunan, hifz al-nasl wa al-ard. Islam menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar dan dapat digunakan untuk memberikan spelialisasi kepada hak asasi manusia. Perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang dijatuhkan dalam masalah zina, narkoba, obat-obatan terlarang yang bisa merusak berlangsungya kehidupan yang lebih baik.
Memelihara harta, hifz al-mal, manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan menambah kenikmatan secara lahir dan bathin, namun semua motivasi harus dibatasi dengan tiga syarat, yakni harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta tersebut harus dikeluarkan hak Allah serta hak manusia.
Dokter dan paramedis tidak boleh memaksakan sesuatu kepada pasien, segala tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan. Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat aurat, memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagaimana yang dijelaskan oleh kaidah ushul fiqh yang berbunyi: