Pada suatu hari, Nabi Ibrahim Alaihissalam menyembelih kurban fi sabi  terjemahan - Pada suatu hari, Nabi Ibrahim Alaihissalam menyembelih kurban fi sabi  Arab Bagaimana mengatakan

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim Alaih

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim Alaihissalam menyembelih kurban fi sabi lillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.
Kemudian Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar doaku".
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim Alaihi salam bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nadhar mu (janjimu).”
Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijjah disebut sebagai hari tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).
Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.
Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nadzarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim Alaihi salam bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.
Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan aku ajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.
Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.
“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim Alaihi salam.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.
“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis menyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anakku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis me yakin kan nya.
“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail mengambil sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga menjadi buta mata yang sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumroh) dalam ritual ibadah haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (Al-Qur'an surat. Ash-Shâffât, [37]: 102).
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Al-Qur'an surat. Ash-Shâffât, [37]: 102).
Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim Alaihi salam dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillah) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Lipatkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim Alaihi Salam menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”
Kemudian Nabi Ibrahim Alaihi salam menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat mengetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.
Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat, [37]: 106)
Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim Alaihi salam menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allahu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikait Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Nabi Ibrahim AS menyahut, “La Ilaha Illallahu wallahu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allahu Akbar wa lillahilham”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).
0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Arab) 1: [Salinan]
Disalin!
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim Alaihissalam menyembelih kurban fi sabi lillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.
Kemudian Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar doaku".
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim Alaihi salam bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nadhar mu (janjimu).”
Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijjah disebut sebagai hari tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).
Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.
Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nadzarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim Alaihi salam bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.
Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan aku ajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.
Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.
“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim Alaihi salam.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.
“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis menyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anakku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis me yakin kan nya.
“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail mengambil sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga menjadi buta mata yang sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumroh) dalam ritual ibadah haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (Al-Qur'an surat. Ash-Shâffât, [37]: 102).
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Al-Qur'an surat. Ash-Shâffât, [37]: 102).
Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim Alaihi salam dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillah) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Lipatkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim Alaihi Salam menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”
Kemudian Nabi Ibrahim Alaihi salam menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat mengetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.
Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat, [37]: 106)
Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim Alaihi salam menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allahu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikait Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Nabi Ibrahim AS menyahut, “La Ilaha Illallahu wallahu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allahu Akbar wa lillahilham”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Hasil (Arab) 2:[Salinan]
Disalin!
يوم واحد، عليه السلام إبراهيم فاي سابي لله ذبح الأضاحي من 1،000 الأغنام والماشية 300 و 100 من الإبل. كثير من الناس يعجب له، حتى وقفت الملائكة في رهبة على التضحية.
"التضحية بعدد أنه لم يكن لي أي شيء. لفي سبيل الله! "، وقال إذا كان لي ابنا، وأود أن افقده لأن الله وأنا ضحوا له النبي إبراهيم، كتعبير كما سارة، زوجة إبراهيم ديها غير الحوامل.
ثم اقترحت أن إبراهيم تزوج هاجر، العبيد الزنوج، الذين تم الحصول عليها من مصر. عندما تكون في منطقة تصبح مقرا دائما لها، وقال انه صلى الله أن ينعم طفل، وانه تم منح صلاة الله. ويقول البعض عندما يصل إلى 99 سنة من العمر إبراهيم. وبسبب هذا طول أن الطفل كان اسمه إسماعيل، وهو ما يعني "قد سمع الله". وتعبيرا عن الفرح في النهاية وجود الابن، كما هتف إبراهيم: "سمع الله صلاتي"
عندما نزل عمر إسماعيل حوالي 7 سنوات (وبعضها من رأي 13 عاما)، في الليل التروية، يوم 8 من شهر ذي الحجة، والنبي إبراهيم السلام عليه تحلم هناك دعوة، "يا إبراهيم! شغل مو nadhar (وعد). "
وفي صباح اليوم التالي، وقال انه كان يفكر ويفكر معنى حلمه الليلة الماضية. هو حلم من الله أو من الشيطان؟ من هذا ويوم 8 من ذي الحجة دعا التروية (معنى، والتفكير / التفكير).
وفي ليلة من 9 في شهر ذي الحجة، وقال انه يحلم نفسه كما كان من قبل. في صباح اليوم التالي، وقال انه يعرف على وجه اليقين أن حلمه جاء من عند الله. من هذا اليوم يوم 9 ذي الحجة دعا عرفة (وسائل العلم)، ويتزامن ذلك الوقت كان في أرض عرفات.
وفي الليلة التالية مرة أخرى، وقال انه يحلم مرة أخرى مع حلم مماثل. وهكذا، في اليوم التالي، كان مصمما على تنفيذ nadzarnya (وعد) ذلك. لذلك، ويسمى المبنى في يوم الذبح فداء (yaumun نهر). وفي رواية أوضح، عندما إبراهيم عليه السلام الحلم لأول مرة، حتى انه اختار الدهون الأغنام ونحو 100 الطيور للذبح ذبيحة. فجأة النيران تأتي أكل. كان يعتقد أن الأمر في المنام قد تم الوفاء به. على الحلم للمرة الثانية، وقال انه اختار الجمال ذيل الدهون عدد 100 ليتم ذبح ذبيحة. فجأة جاء النار في أكله، وكان يعتقد قد تم الوفاء به الأمر في حلمه.
وفي الحلم للمرة الثالثة، كما لو كانت هناك دعوة، "إن الله يأمركم أن ذبح ابنك إسماعيل". واستيقظت على الفور، عانق إسماعيل و بكى حتى وصول الوقت الفجر. لتنفيذ أوامر الله، وقال انه التقى زوجته الأولى، هاجر (أم إسماعيل). وقال: "فستان ابنك مع اجمل الملابس، لأنه من شأنه أن أدعوكم لزيارة إلى الله." حجر إسماعيل اللباس على الفور مع أفضل الملابس والتزييت، وتمشيط شعره.
ثم هو وابنه توجه إلى وادي في منطقة مينا مع تحمل حزام والسيف. في ذلك الوقت، تكون ملعونه الشيطان لا يصدق مشغول ولم تكن مشغولا كما هو عليه. سرعة جيئة وذهابا. إسماعيل، الذين رأوا أنه اقترب والده على الفور.
"يا إبراهيم! لا لاحظت أن ابنك وسيم ومضحكا؟ "صرخ الشيطان.
"صحيح، لكن أمرت لأنها (الذبح)، وقال" إبراهيم عليه السلام.
بعد فشله في إقناع والده، جاء الشيطان إلى والدته، هاجر. "لماذا كنت مجرد الجلوس هادئة، على الرغم من زوجك تجلب ابنك أن يذبح؟" داعب الشيطان.
وقال "أنت لا تكذب لي، والتي قد يكون أبا لقتل ابنه؟" الأسود.
"لماذا انه جلب الحبل والسيف، إن لم يكن ل التضحية ابنه؟ "مهدول الشيطان مرة أخرى.
"ما أب لقتل ابنه؟" قال سألت هاجر.
"وأعرب عن اعتقاده أن الله أمره إلى ذلك"، وقال انه مثار menyakinkannya الشيطان.
"لم يتم تكليف نبي أن تفعل بالفساد. وإذا كان صحيحا، وكان على استعداد للتضحية حياتي الخاصة من أجل واجب النبيلة، ناهيك على حساب حياة ابني، وهذا لا يعني أي شيء! "وقال حجر باطراد.
فشل الشيطان للمرة الثانية، لكنه لا يزال يحاول احباط جهود ذبح إسماعيل عليه. لذلك، صعد إلى إسماعيل الوقت لإقناعه، "مرحبا إسماعيل! لماذا أنت فقط حول اللعب ويلهون وحده، عندما حمل والدك لك هذا المكان فقط معالجة التضحية. ترى، حصل على حبل والسيف "،
وقال "أنت تكذب، وذلك ما يجب على الأب قتل نفسي؟" إسماعيل مع عجب. "كان يعتقد أن الله أمره إلى ذلك" وقال الشيطان لي أن أصدق ذلك.
"وبحلول أمر الله! "، وقال إسماعيل باطراد أنا مستعد للاستماع والطاعة، وتنفيذ ذلك بكل ما أوتيت من الجسد والروح
عندما أراد الشيطان لإغواء وندف له مع كلمات أخرى، وفجأة أخذت إسماعيل عددا من الحصى على الأرض، وألقوا على الفور في اتجاه الشيطان أن يكون البصر إلى اليسار . وهكذا، الشيطان نفسه بعيدا خالي الوفاض. من هذا أصبح يعرف باسم التزام لرمي الجمرات (jumroh) في مناسك الحج.
وعند وصوله مينا، النبي إبراهيم AS صريح مع ابنه: "يا ابني! وبالفعل رأيت في المنام أني تضحية. بدلا من ذلك، التفكير في ما رأيك ... "(الرسالة آل القرآن الرماد الصافات، [37]: 102).؟
"قال (إسماعيل) وأجاب: يا والدي! اتخاذ ما أمر اليك، إن شاء الله! تجد لي بين أولئك الذين ينتظرون "(القرآن إلكتروني الرماد الصافات، [37]: 102).
السمع ابنه إبراهيم عليه السلام وlegalah المباشر tahmid الهواء (قل الحمد لله) قدر الإمكان.
لتنفيذ والده وقال إسماعيل لأبيه: "يا أبا الواجبات! ربط يدي لذلك أنا لا تتحرك مزعجة جدا. Telungkupkanlah وجهي حتى لا أن ينظر إليها من قبل الأب، لذلك هناك ينشأ شعور الرحمة. كم الد Lipatkanlah بحيث لا دفقة الدم في جميع بحيث يمكن أن تقلل pahalaku، وإذا رأت الأم أنه سيكون من آسف. "
"Tajamkanlah السيف وخدش رقبتي قريبا لجعل الامور أسهل وأسرع عملية القاتل. ثم اعادة ملابسي وترك لطلب الأم أن لا تنسى بالنسبة له، وأيضا نقل تحياتي له قائلا: يا أمه! كن صبورا في تنفيذ الأمر من الله. وأخيرا، دعونا الأب يدعو الأطفال الآخرين إلى بيت أم الأم بحيث زادت عزاء لي، وعندما رأى الأب الأطفال الآخرين ممن هم في سني، وينبغي ألا ينظر بعناية الحزن والد menimbulka ذلك لفي القلب، وقال "إسماعيل.
وبعد الاستماع إلى رسالة -pesan ابنه، أجاب النبي إبراهيم عليه السلام، "أفضل الأصدقاء في تنفيذ أوامر الله حالك يا ابني الحبيب!"
ثم إبراهيم عليه السلام تجريف شفرة أكثر إلى الوراء لعنق ابنه الذي كان مقيد اليدين والرجلين، ولكن . كان قادرا على الصفر
وقال إسماعيل: "يا والدي! إزالة يدي حزام وقدمي لذلك كنت غير مصنفة القسري لتنفيذ أوامره. خدش مرة أخرى لرقبتي حتى أن الملائكة يعرفون أنني مطيعا لله في ادارة أجل فقط بسببه. "
إبراهيم غير مقيدة اليدين والقدمين لابنه، ثم واجه وجهه إلى الأرض وكشط مباشرة سيفه على رقبة ابنه مع بكل قوته، لكنه لا يزال لا يمكن أن تفعل ذلك لأن السيف هو كذاب دائما. غير راض عن قدرته، وقال انه التوجه سيفه نحو الصخور، وتقسيم الصخور إلى قسمين. "يا سيف! يمكنك تقسيم الحجر، ولكن لماذا أنت غير قادرة على اختراق اللحم؟ "وتذمر.
بعد الحصول على إذن من الله، أجاب سيف: "يا إبراهيم! تريد ذبح، في حين أن إله الكون يقول: "لا يكون ذبح". إذا كان الأمر كذلك، لماذا يجب أن أذهب ضد إرادة الله "؟
يقول الله سبحانه وتعالى، "من المؤكد ان هذا هو حقا الامتحان الحقيقي (بالنسبة لك). ونحن فكه مع التضحية العظيمة "(QS الرماد الصافات، [37]: 106).
ووفقا لقصة واحدة، أن إسماعيل استعيض مع الأغنام التي تم التضحية التي كتبها هابيل وعن الخراف التي تعيش في السماء. جاء الملاك جبرائيل لجلب الأغنام وانه لا يزال رأى إبراهيم عليه السلام كشط سيفه على رقبة ابنه. وفي تلك اللحظة الكون وجميع محتوياته والهواء التكبير (الله أكبر) تمجيد عظمة الله للصبر على حد سواء شعبه في تنفيذ أوامره. رؤيتها، malaikait غابرييل الربو عن دهشتها ثم يمجد الله "، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر". أجاب النبي إبراهيم، "لا إله illallahu wallahu أكبر". إسماعيل تلت ذلك، "الله أكبر وا lillahilham". ثم تتم قراءة قراءات في كل عيد التضحية (عيد الأضحى).
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: