Pola pemikiran Syaltut terkait klasifikasi sunnah tasyri’ dan ghairu tasyri’ meliputi beberapa aspek, yaitu: (a) Asumsi dasarnya melalui hadis, “antum a’lamu bi umuri dunyakum” yang menurutnya mengisyaratkan bahwa tidak semua perkara keduniaan diatur dalam syari’at ilahi, dan adanya beberapa sifat khususiyah nabi yang menurutnya bukan merupakan syari’at untuk ditetapkan pada umatnya. (b) Dilihat dari segi kandungannya sunnah tasyri’ meliputi tiga bidang yaitu aqidah, akhlak/budi pekerti dan hukum amaliah sehari-hari. (c) Dilihat dari segi kapasitas nabi, sunnah dianggap sebagai syar’iat jika disampaikan dalam bentuk risalah/penjelasan terhadap Al-Qur’an, disampaikan pada saat nabi sebagai imam dan atau hakim peradilan (dua posisi terakhir ini pelaksanaannya terikat pada izin imam). Sedangkan yang non-syari’at apabila muatannya terkait tindakan murni nabi selayaknya manusia biasa, berisikan tentang pengalaman penelitian atau adat kebiasaan, dan yang berhubungan dengan masalah kepemimpinan dalam menangani situasi/kondisi tertentu. (d) Adanya klasifikasi sunnah nabi menurut Syaltut ini memberikan isyarat bahwa tidak semua perbuatan Rasulullah itu bersifat ukhrawiyah, namun ada pula yang dunyawiyah.