A. Berpandangan Positif
Terdapat kecenderungan pada diri manusia untuk membentuk pribadinya sesuai apa yang ia bayangkan atau inginkan. Hasil yang kita capai dalam membina diri pribadi adalah sesuai dengan apa yang kita sanjung dalam hati kita atau apa yang kita tidak sukai, kita sendirilah yang menentukan batas kemampuan diri kita ini. Apakah pekembangan kemajuan diri kita itu masih lanjut atau mundur sampai batas tertentu saja.
Seseorang yang memilih cara berpikir dan bersikap positif akan terus menghasilkan buah pikiran yang positif pula sekaligus merangkul harapan rasa optimis dan daya cipta. Sebaliknya seorang yang mengindap pikiran negative tentu saja melibatkan dirinya dalam proses negatif pula. Sebab ia terus-menerus menyalurkan pikiran yang negatif. Tindakan-tindakannya pun akan bersifat negatif terhadap lingkungan sekelilingnya. Seorang mengindap pikiran negatif akan memantulkan buah pikiran negatif dan akan memetik hasil yang negatif pula atas dirinya. Seperti yang dikatakan oleh Willian James, seorang ahli filsafat dan ilmu jiwa :
“Penemuan terbesar dalam generasi umat manusia sekarang ini adalah, bahwa manusia itu bisa merubah cara hidupnya dengan cara merubah jalan pikirannya”
Pandangan positif seorang guru sangatlah penting untuk diperhatikan. Satu hal yang sangat berpengaruh pada diri siswa. Guru harus menampakkan secara jelas dan benar-benar jelas kepada siswanya bahwa kita mempercayai. Sebagai guru, kita percaya bahwa semua siswa mampu dan memiliki motivasi untuk sukses. Buatlah siswa yakin bahwa kita benar-benar mempercayainya. Guru harus berusaha percaya bahwa siswa ingin melakukan yang tebaik, mereka ingin brhasil dan mendapatkan kesuksesan.
Hasil sebuah pengamatan menunjukkan bahwa guru cenderung lebih suka tersenyum, mengobrol dengan akrab dan berbicara dengan cara lebih intelek dan penuh humor kepada kelompok siswa yang berkategori pandai daripada kelompok siswa yang biasa-biasa saja. Sedangkan, kepada siswa yang kurang pandai, guru cenderung berbicara lebih keras, lambat, jarang tersenyum, berinteraksi dengan kalimat-kalimat perintah serta lebih otoriter. Tampaknya, guru memperlakukan siswa sesuai dengan cap yang dilekatkan pada diri mereka; kelompok siswa pandai, bodoh, atau nakal.
Demikianlah realitas yang terjadi, kita sering terbawa oleh prasangka atau anggapan, baik prasangka yang diciptakan oleh diri kita sendiri maupun dibentuk oleh lingkungan. Marilah kita simak cerita tentang prasangk dibawah ini.
Seorang pemuda yang baru saja lulus dari sebuah universitas diterima sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah. Kepala sekolah berkata kepada pemuda itu, “Anda akan mengajar sebuah kelas yang luar biasa. Anak-anaknya cerdas luar biasa dan aktif. Seluruh potensi ada pada mereka. Saya percaya, pasti Anda akan berhasil mengantarkan mereka menjadi siswa-siswa yang sukses. Selamat bekeeja ! “ Kepala sekolah itu menjabat tangan guru yang baru dengan erat, menatap mata dengan sungguh-sungguh dan menambahkan sebuah tepukan di bahu.
Dengan semangat bergelora, guru baru itu pun mulai mengajar. Namun, apa yang dijumpainya? Dia mengajar di sebuah kelas yang penuh berisi anak-anak yang berkategori bandel, banyak provokator dan segala crri lain yang bernuansa negatif.
Beberapa bulan dia mengajar di kelas itu, belum juga berhasil menguasai kelas. Namun, satu hal yang dia pegang erat-erat, pesan kepala sekolah, bahwa dia diberi kelas yang lua biasa dengan anak-anak yang cerdas di dalamnya. Jadi, jika ia belum dapat menguasai kelas, maka mungkin dirinyalah yang belum bisa mengajar. Maka, guru baru itu pun pontang-panting belajar, mencoba banyak cara untuk benar-benar dapat membuat siswa di kelasnya menampilkan kecerdasannya.
Satu semester berlalu, usahanya belum tampak berhasil. Dan dia tetap beusaha menjadi guru yang seprofesional mungkin untuk siswa-siswinya yang di sebut luar biasa cerdas oleh kepala sekolah tersebut. Dan pada akhir tahun pelajaran, usahanya ini sungguh memperoleh hasil yang memuaskan. Siswa mengikuti kegiatan belajar dengan penuh kesadaran dan semangat yang tinggi. Siswa mulai berani menunjukkan potensi kecerdasan dirinya, baik dalam bidang bahasa, matematika, sosial maupun seni.
Pada akhir tahun ajaran itulah kepala sekolah kembali menjabat erat tangan guru barunya, dengan tatapan yang sungguh-sungguh dan sebuah tepukan di bahu. Pada saat itulah kepala sekolah membeberkan sebuah cerita yang mengejutkan. Sebenarnya kelas itu adalah kelas yang paling dihindari oleh semua guru. Guru-guru lama sudah kewalahan menangani mereka dengan segala tingkah polah yang serba merusak sementara minatnya terhadap pelajaran sangat kecil.
Bayangkan, bagaimana jika awal kepala sekolah sudah mengatakan bahwa guru baru itu diberi kelas yang penuh dengan trouble maker, bandel, suka mencontek dan lain sebagainya. Pasti, akhir dari cerita di atas akan berbeda. Itulah, kehebatan dampak sebuah prasangka yang mengubah dunia. Oleh karena itu, marilah kita biasakan berprasangka baik dan berpandanga