EssayKurang relevan bentuk metode penyiksaan terhadap tersangka terori terjemahan - EssayKurang relevan bentuk metode penyiksaan terhadap tersangka terori Inggris Bagaimana mengatakan

EssayKurang relevan bentuk metode p

Essay
Kurang relevan bentuk metode penyiksaan terhadap tersangka terorisme untuk mendapatkan informasi berharga.
Menurut pakar sejarah mengenai tindak kriminalitas Tore Bjorgo didalam bukunya mengatakan bahwa terorisme adalah permasalahan yang kompleks dilihat dari upaya para ahli dalam menguraikan masalah ini hingga akar akarnya. Menurut Loebby Loqman pakar hukun dan keamanan “terorisme adalah sebuah kejahatan yang memiliki tujuan untuk membuat orang merasa takut dan dapat menarik perhatian kelompok orang, bangsa ataupun Negara”. Aksi terorisme ini sudah ada pada tahun 430-349 SM yang dilakukan oleh Abdul Qadir untuk menakut nakuti musuh dalam perang. Setelah itu para pelaku semakin mejadi jadi dan menyebar di segala penjuru dunia, para pelaku ini sangat meresahkan dunia dan kejahatan mereka harus dihentikan. PBB pun telah mengeluarkan hokum yang sangat berat untuk para pelaku terorisme yaitu hukuman mati atau penjara seumur hidup. PBB juga telah menyiapkan penjara untuk pelaku kriminalitas tinggi ini, jika kita telusuri penjara yang digunakan sebagai tempat untuk membuat para pelaku jera akibat kejahatan yang dilakukannya tidak difungsikan semestinya, melaikan penjara tersebut menjadi tempat penyiksaan bagi para pelaku dan bahkan tersangka atau praduga tidak bersalah tindak kejahatan. Namun perlu kita sadari dan dapat membedakan antara pelaku kejahatan teroris dan tersangka kejahatan, banyak Negara saat ini menganggap bahwa tersangka terorisme adalah pelaku utama dan merupakan kaki tangan dari otak kejahatan. Tidakkah kita sadari apa yang telah kita lakukan dapat berupa kesalahan? Bisa saja tersangka yang kita tuduh tersebut adalah korban!. Maka dari itu menurut saya metode penyiksaan kepada para tersangka terorisme demi mendapatkan informasi itu kurang relevan.
Tersangka terorisme juga perlu mendapatkan keadilan semestinya dan diperlakukan seperti manusia. Dapat kita lihat berbagai macam penjara dunia yang telah menyiapkan bentuk siksaan kepada para tersangka, sebagai contoh : Camp Delta Guantanamo di AS merupakan tempat penahanan tersangka terorisme terburuk di dunia dengan menenggelamkan para pelaku secara terus menerus, Penjara Abu Ghraib Bagdad yang memperlakukan para tersangka terorisme lebih buruk dari hewan. Undang undang jelas mengatur bagaimana memperlakukan tersangka bahkan di Indonesia sendiri juga mengakui adanya perlindungan bagi para tersangka, contoh : undang-undang republic Indonesia nomor 5 tahun 1998 tentang konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau merendahkan martabat manusia secara serius dan konsekuen dan juga undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme yang menentukan mekanisme atau proses pemeriksaan kepada tersangka terorisme. Kita juga perlu membuka pikiran dimana penyiksaan yang diarahkan kepada tersangka terorisme tidak bagus, bisa saja tersangka tersebut bukan pelaku melainkan hanya korban.
Dan biasanya masih terdapat kesalahan dalam menetapkan status terdakwa kepada tersangka pelaku kejahatan. Menurut saya dalam menyelidiki kasus terorisme ini, pihak penyidik harusnya lebih giat dalam mengumpulkan informasi mengenai tujuan dan motif tersangka melakukan tindak terorisme ini. Dengan informasi-informasi tersebut dapat membuktikan apakah tersangka ini pelaku utama atau hanya sebagai korban agar otak dari pelaku tidak diketahui, banyak kasus juga membuktikan tersangka terorisme di tembak mati karena tidak dapat memberikan kepastian yang jelas, para penyidik bukannya mencari informasi tetapi mereka menghakimi tersangka tersebut adalah pelaku. Dan jika informasi membuktikan bahwa status tersangka naik menjadi terdakwa, undang undang sangat jelas menyatakan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan tingkat tinggi ini. Maka dari itu tidak sepatutnya kita menjudge tersangka menjadi pelaku utama sebelum bukti – bukti kuat ditemukan.
Mencari informasi dengan menyiksa tersangka teroris tidak dapat dipandang sebelah mata, karena selain masih status tersangka juga belum adanya bukti kuat mengenai pelaku teroris. Dan juga kita sebagai manusia dapat bertindak salah dalam memutuskan suatu perkara, bisa saja yang kita tuduh sebagai tersangka tidak lain hanya korban peralihan. Dan undang undang mengenai perlindungan saksi maupun tersangka telah jelas disebutkan, mengapa masih saja para tersangka tiak mendapatkan keadilan yang layak? Dan seharusnya metode penyiksaan yang sering dilampiaskan kepada tersangka tidak dapat diterapkan.

0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Inggris) 1: [Salinan]
Disalin!
EssayLess relevant form of torture methods against terrorism suspects to obtain valuable information.Menurut pakar sejarah mengenai tindak kriminalitas Tore Bjorgo didalam bukunya mengatakan bahwa terorisme adalah permasalahan yang kompleks dilihat dari upaya para ahli dalam menguraikan masalah ini hingga akar akarnya. Menurut Loebby Loqman pakar hukun dan keamanan “terorisme adalah sebuah kejahatan yang memiliki tujuan untuk membuat orang merasa takut dan dapat menarik perhatian kelompok orang, bangsa ataupun Negara”. Aksi terorisme ini sudah ada pada tahun 430-349 SM yang dilakukan oleh Abdul Qadir untuk menakut nakuti musuh dalam perang. Setelah itu para pelaku semakin mejadi jadi dan menyebar di segala penjuru dunia, para pelaku ini sangat meresahkan dunia dan kejahatan mereka harus dihentikan. PBB pun telah mengeluarkan hokum yang sangat berat untuk para pelaku terorisme yaitu hukuman mati atau penjara seumur hidup. PBB juga telah menyiapkan penjara untuk pelaku kriminalitas tinggi ini, jika kita telusuri penjara yang digunakan sebagai tempat untuk membuat para pelaku jera akibat kejahatan yang dilakukannya tidak difungsikan semestinya, melaikan penjara tersebut menjadi tempat penyiksaan bagi para pelaku dan bahkan tersangka atau praduga tidak bersalah tindak kejahatan. Namun perlu kita sadari dan dapat membedakan antara pelaku kejahatan teroris dan tersangka kejahatan, banyak Negara saat ini menganggap bahwa tersangka terorisme adalah pelaku utama dan merupakan kaki tangan dari otak kejahatan. Tidakkah kita sadari apa yang telah kita lakukan dapat berupa kesalahan? Bisa saja tersangka yang kita tuduh tersebut adalah korban!. Maka dari itu menurut saya metode penyiksaan kepada para tersangka terorisme demi mendapatkan informasi itu kurang relevan.The usual suspects of terrorism also need to get proper justice and to be treated like human beings. We can see a variety of prisons of the world who have set up a form of torture to the suspects, for example: Guantanamo's Camp Delta in the U.S. terrorism suspect detention places is the worst in the world by sinking the actors continuously, Abu Ghraib prison Baghdad who treated the suspects of terrorism worse than animals. The law clearly governs how to treat suspects even in Indonesia also recognizes the existence of a sanctuary for the suspects, for example: laws of republic Indonesia No. 5 in 1998 about the Convention against torture and degrading treatment or degrading human dignity in a serious and consistent and also the law number 15 year 2003 concerning the eradication of criminal acts of terrorism that determines the mechanism or the vetting process to suspects of terrorism. We also need to open your mind where the torture of terrorism suspects is directed towards the no good, could have been the suspects not only perpetrators of victims.And usually there are still errors in determining the defendant's status to suspect the perpetrators of the crime. I think in this case to investigate terrorism, the investigator should be more active in collecting information about the purposes and motives of suspects committing terrorism. With information-such information can prove whether the suspect is the main perpetrator or just as a victim so that the brain of the perpetrators are unknown, many cases also prove the suspect terrorism in the blast died because can not provide the certainty that is clear, the investigators instead of looking for information but they judge the suspects was the perpetrator. And if the information proves that the status of suspects rose to defendants, the law very clearly states the death penalty for the perpetrators of this high level of crime. Therefore we should not menjudge the suspect being the main perpetrator before evidence – evidence found.Search for information by torturing terrorist suspects cannot be considered one eye, because in addition to the status of a suspect still not strong evidence about the perpetrators of the terrorist. And also we as human beings can act was wrong in deciding a matter, it could just be that we allege as suspects is not just another victim of the transition. And the law concerning the protection of witnesses or suspects have clearly mentioned, why not the suspects still get decent justice? And should be the method of torture that often dilampiaskan to the suspect cannot be applied.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: