Batu Belah Batu BetangkupPada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hidup terjemahan - Batu Belah Batu BetangkupPada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hidup Prancis Bagaimana mengatakan

Batu Belah Batu BetangkupPada jaman

Batu Belah Batu Betangkup

Pada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hiduplah sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak mampu untuk menyambung hidup selama semusim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua ekor kambing yang kurus dan sakit-sakitan. Oleh karena itu, untuk menyambung hidup keluarganya, petani itu menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Apabila ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa burung itu untuk dijual ke kota.

Suatu ketika, terjadilah musim kemarau yang amat dahsyat. Sungai-sungai banyak yang menjadi kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas gersang. Begitu pula tanaman yang ada di ladang petani itu. Akibatnya, ladang itu tidak memberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang anak. Yang sulung berumur delapan tahun bernama Sulung, sedangkan adiknya Bungsu baru berumur satu tahun. Ibu mereka kadang-kadang membantu mencari nafkah dengan membuat periuk dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main nakalnya. Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.

Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi mengembalakan kambing ke padang rumput. Agar kambing itu makan banyak dan terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal. Besok, ayahnya akan menjualnya ke pasar karena mereka sudah tidak memiliki uang. Akan tetapi, Sulung malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.
“Untuk apa aku pergi jauh-jauh, lebih baik disini saja sehingga aku bisa tidur di bawah pohon ini,” kata si Sulung. Ia lalu tidur di bawah pohon. Ketika si Sulung bangun, hari telah menjelang sore. Tetapi kambing yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu kepadanya, dia mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di sungai. Petani itu memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana dia membeli beras besok. Akhirnya, petani itu memutuskan untuk berangkat ke hutan menengok perangkap.

Di dalam hutan, bukan main senangnya petani itu karena melihat seekor anak babi hutan terjerat dalam jebakannya.
“Untung ada anak babi hutan ini. Kalau aku jual bias untuk membeli beras dan bisa untuk makan selama sepekan,” ujar petani itu dengan gembira sambl melepas jerat yang mengikat kaki anak babi hutan itu. Anak babi itu menjerit-jerit, namun petani itu segera mendekapnya untuk dibawa pulang. Tiba-tiba, semak belukar di depan petani itu terkuak. Dua bayangan hitam muncul menyerbu petani itu dengan langkah berat dan dengusan penuh kemarahan. Belum sempat berbuat sesuatu, petani itu telah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka. Ternyata kedua induk babi itu amat marah karena anak mereka ditangkap. Petani itu berusaha bangkit sambil mencabut parangnya. Ia berusaha melawan induk babi yang sedang murka itu.

Namun, sungguh malang petani itu. Ketika ia mengayunkan parangnya ke tubuh babi hutan itu, parangnya yang telah aus itu patah menjadi dua. Babi hutan yang terluka itu semakin marah. Petani itu lari tunggang langgang dikejar babi hutan. Ketika ia meloncati sebuah sungai kecil, ia terpeleset dan jatuh sehingga kepalanya terantuk batu. Tewaslah petani itu tanpa diketahui anak istrinya. Sementara itu – di rumah isri petani itu sedang memarahi si Sulung dengan hati yang sedih karena si Sulung telah membuang segenggam beras terakhir yang mereka punyai ke dalam sumur. Ia tidak pernah membayangkan bahwa anak yang telah dikandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari dan dirawat dengan penuh cinta kasih itu, kini menjadi anak yang nakal dan selalu membuat susah orang tua.

Karena segenggam beras yang mereka miliki telah dibuang si Sulung ke dalam sumur maka istri petani itu berniat menjual periuk tanah liatnya ke pasar. “Sulung, pergilah ke belakang dan ambillah periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan itu. Ibu akan menjualnya ke pasar. Jagalah adikmu karena ayahmu belum pulang,” ucapnya. Akan tetapi, bukan main nakalnya si Sulung ini. Dia bukannya menuruti perintahnya ibunya malah ia menggerutu.
“Buat apa aku mengambil periuk itu. Kalau ibu pergi, aku harus menjaga si Bungsu dan aku tidak dapat pergi bermain. Lebih baik aku pecahkan saja periuk ini,” kata si Sulung. Lalu, dibantingnya kedua periuk tanah liat yang menjadi harapan terakhir ibunya untuk membeli beras. Kedua periuk itu pun hancur berantakan di tanah.

Bukan main terkejut dan kecewanya ibu si Sulung ketika mendengar suara periuk dibanting.
“Aduuuuuh…..Sulung! Tidak tahukah kamu bahwa kita semua butuh makan. Mengapa periuk itu kamu pecahkan juga, padahal periuk itu adalah harta kita yang tersisa,” ujar ibu si Sulung dengan mata penuh air mata. Namun si Sulung benar-benar tidak tahu diri, ia tidak mau makan pisang. Ia ingin makan nasi dengan lauk gulai ikan. Sungguh sedih ibu si Sulung mendengar permintaan anaknya itu.
“Pokoknya aku tidak mau makan pisang! Aku bukan bayi lagi, mengapa harus makan pisang,” teriak si Sulung marah sambil membanting piringnya ke tanah.

Ketika si Sulung sedang marah, datang seorang tetangga mereka yang mengabarkan bahwa mereka menemukan ayah si Sulung yang tewas di tepi sungai. Alangkah sedih dan berdukanya ibu si Sulung mendengar kabar buruk itu. Dipeluknya si Sulung sambil menangis, lalu berkata “Aduh, Sulung, ayahmu telah meninggal dunia. Entah bagaimana nasib kita nanti,” ratap ibu si Sulung. Tetapi si Sulung tidak tampak sedih sedikit pun mendengar berita itu. Bagi si Sulung, ia merasa tidak ada lagi yang memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tidak disenanginya.

“Sulung, ibu merasa tidak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu sedih sekali apabila memikirkan kamu. Asuhlah adikmu dengan baik. Ibu akan menuju ke Batu Belah. Ibu akan menyusul ayahmu,” ucap ibu si Sulung. Ibu si Sulung lalu menuju ke sebuah batu besar yang menonjol, yang disebut orang Batu Belah.

Sesampainya di sana, ibu si Sulung pun bernyanyi,
Batu belah batu bertangkup.
Hatiku alangkah merana.
Batu belah batu bertangkup.
Bawalah aku serta.

Sesaat kemudian, bertiuplah angin kencang dan batu besar itu pun terbelah. Setelah ibu si Sulung masuk ke dalamnya, batu besar itu merapat kembali. Melihat kejadian itu, timbul penyesalan di hati si Sulung. Ia menangis keras dan memanggil ibunya sampai berjanji tidak akan nakal lagi, namun penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah menghilang ditelan Batu Belah.
0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Prancis) 1: [Salinan]
Disalin!
Batu Belah Batu BetangkupPada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hiduplah sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak mampu untuk menyambung hidup selama semusim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua ekor kambing yang kurus dan sakit-sakitan. Oleh karena itu, untuk menyambung hidup keluarganya, petani itu menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Apabila ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa burung itu untuk dijual ke kota.Suatu ketika, terjadilah musim kemarau yang amat dahsyat. Sungai-sungai banyak yang menjadi kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas gersang. Begitu pula tanaman yang ada di ladang petani itu. Akibatnya, ladang itu tidak memberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang anak. Yang sulung berumur delapan tahun bernama Sulung, sedangkan adiknya Bungsu baru berumur satu tahun. Ibu mereka kadang-kadang membantu mencari nafkah dengan membuat periuk dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main nakalnya. Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi mengembalakan kambing ke padang rumput. Agar kambing itu makan banyak dan terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal. Besok, ayahnya akan menjualnya ke pasar karena mereka sudah tidak memiliki uang. Akan tetapi, Sulung malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.“Untuk apa aku pergi jauh-jauh, lebih baik disini saja sehingga aku bisa tidur di bawah pohon ini,” kata si Sulung. Ia lalu tidur di bawah pohon. Ketika si Sulung bangun, hari telah menjelang sore. Tetapi kambing yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu kepadanya, dia mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di sungai. Petani itu memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana dia membeli beras besok. Akhirnya, petani itu memutuskan untuk berangkat ke hutan menengok perangkap.Di dalam hutan, bukan main senangnya petani itu karena melihat seekor anak babi hutan terjerat dalam jebakannya.“Untung ada anak babi hutan ini. Kalau aku jual bias untuk membeli beras dan bisa untuk makan selama sepekan,” ujar petani itu dengan gembira sambl melepas jerat yang mengikat kaki anak babi hutan itu. Anak babi itu menjerit-jerit, namun petani itu segera mendekapnya untuk dibawa pulang. Tiba-tiba, semak belukar di depan petani itu terkuak. Dua bayangan hitam muncul menyerbu petani itu dengan langkah berat dan dengusan penuh kemarahan. Belum sempat berbuat sesuatu, petani itu telah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka. Ternyata kedua induk babi itu amat marah karena anak mereka ditangkap. Petani itu berusaha bangkit sambil mencabut parangnya. Ia berusaha melawan induk babi yang sedang murka itu.Namun, sungguh malang petani itu. Ketika ia mengayunkan parangnya ke tubuh babi hutan itu, parangnya yang telah aus itu patah menjadi dua. Babi hutan yang terluka itu semakin marah. Petani itu lari tunggang langgang dikejar babi hutan. Ketika ia meloncati sebuah sungai kecil, ia terpeleset dan jatuh sehingga kepalanya terantuk batu. Tewaslah petani itu tanpa diketahui anak istrinya. Sementara itu – di rumah isri petani itu sedang memarahi si Sulung dengan hati yang sedih karena si Sulung telah membuang segenggam beras terakhir yang mereka punyai ke dalam sumur. Ia tidak pernah membayangkan bahwa anak yang telah dikandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari dan dirawat dengan penuh cinta kasih itu, kini menjadi anak yang nakal dan selalu membuat susah orang tua.Karena segenggam beras yang mereka miliki telah dibuang si Sulung ke dalam sumur maka istri petani itu berniat menjual periuk tanah liatnya ke pasar. “Sulung, pergilah ke belakang dan ambillah periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan itu. Ibu akan menjualnya ke pasar. Jagalah adikmu karena ayahmu belum pulang,” ucapnya. Akan tetapi, bukan main nakalnya si Sulung ini. Dia bukannya menuruti perintahnya ibunya malah ia menggerutu.“Buat apa aku mengambil periuk itu. Kalau ibu pergi, aku harus menjaga si Bungsu dan aku tidak dapat pergi bermain. Lebih baik aku pecahkan saja periuk ini,” kata si Sulung. Lalu, dibantingnya kedua periuk tanah liat yang menjadi harapan terakhir ibunya untuk membeli beras. Kedua periuk itu pun hancur berantakan di tanah.Bukan main terkejut dan kecewanya ibu si Sulung ketika mendengar suara periuk dibanting.“Aduuuuuh…..Sulung! Tidak tahukah kamu bahwa kita semua butuh makan. Mengapa periuk itu kamu pecahkan juga, padahal periuk itu adalah harta kita yang tersisa,” ujar ibu si Sulung dengan mata penuh air mata. Namun si Sulung benar-benar tidak tahu diri, ia tidak mau makan pisang. Ia ingin makan nasi dengan lauk gulai ikan. Sungguh sedih ibu si Sulung mendengar permintaan anaknya itu.“Pokoknya aku tidak mau makan pisang! Aku bukan bayi lagi, mengapa harus makan pisang,” teriak si Sulung marah sambil membanting piringnya ke tanah.Ketika si Sulung sedang marah, datang seorang tetangga mereka yang mengabarkan bahwa mereka menemukan ayah si Sulung yang tewas di tepi sungai. Alangkah sedih dan berdukanya ibu si Sulung mendengar kabar buruk itu. Dipeluknya si Sulung sambil menangis, lalu berkata “Aduh, Sulung, ayahmu telah meninggal dunia. Entah bagaimana nasib kita nanti,” ratap ibu si Sulung. Tetapi si Sulung tidak tampak sedih sedikit pun mendengar berita itu. Bagi si Sulung, ia merasa tidak ada lagi yang memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tidak disenanginya.“Sulung, ibu merasa tidak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu sedih sekali apabila memikirkan kamu. Asuhlah adikmu dengan baik. Ibu akan menuju ke Batu Belah. Ibu akan menyusul ayahmu,” ucap ibu si Sulung. Ibu si Sulung lalu menuju ke sebuah batu besar yang menonjol, yang disebut orang Batu Belah.Sesampainya di sana, ibu si Sulung pun bernyanyi,Batu belah batu bertangkup.Hatiku alangkah merana.Batu belah batu bertangkup.Bawalah aku serta.Sesaat kemudian, bertiuplah angin kencang dan batu besar itu pun terbelah. Setelah ibu si Sulung masuk ke dalamnya, batu besar itu merapat kembali. Melihat kejadian itu, timbul penyesalan di hati si Sulung. Ia menangis keras dan memanggil ibunya sampai berjanji tidak akan nakal lagi, namun penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah menghilang ditelan Batu Belah.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Hasil (Prancis) 2:[Salinan]
Disalin!
Panier Batu Batu Betangkup Dans les temps anciens dans le pays de Gayo, Aceh - il vivait une famille de paysans très pauvres. Les champs ils ont aussi seulement un petit patch pour que les résultats du champ qu'ils sont incapables de survivre pendant la saison, tandis que le bétail qu'ils étaient seulement deux chèvres étaient maigre et chétive. Par conséquent, pour connecter la vie de famille, l'agriculteur a été la capture de poissons dans la rivière Krueng Peusangan ou un collet oiseaux dans la forêt. Si il est un oiseau réussie pris au piège, il l'amènerait à vendre à la ville. Une fois, il y avait une sécheresse qui est très puissant. Beaucoup de rivières deviennent sèches, tandis que les plantes à feuilles caduques stériles. De même, les plantes dans le champ de l'agriculteur existant. En conséquence, le champ ne donnera pas les moindres résultats. L'agriculteur a deux enfants. L'aîné était âgé de huit ans nommé Sis, tandis que le plus jeune frère était seulement un an. Leur mère, parfois aidé gagner sa vie en faisant un pot d'argile. Comme un enfant, l'aîné ne joue pas méchant. Il pleurnicher toujours demander de l'argent, même si il sait que ses parents n'a jamais eu beaucoup d'argent. Quand il a été dit de garder son frère, il sera occupé à jouer seul, peu importe ce qui est fait avec sa sœur. En conséquence, sa sœur avait failli se noyer dans une rivière. Un jour, l'aîné a demandé à son père d'aller chèvres mengembalakan au pâturage. Alors que la chèvre mangeait beaucoup et regarder la graisse afin que les gens veulent acheter assez cher. Demain, son père serait le vendre sur le marché parce qu'ils avaient pas d'argent. Cependant, aîné élevage paresseux ses chèvres à des pâturages éloignés. "Pourquoi devrais-je aller, il vaut mieux ici juste pour que je puisse dormir sous cet arbre", a déclaré l'aîné. Il a ensuite dormi sous un arbre. Lorsque l'aîné se réveilla, il était déjà tard dans l'après-midi. Mais le digembalakannya de chèvre disparu. Lorsque son père lui a demandé la chèvre, il a menti à son père. Il a dit que les chèvres ont été emportées dans la rivière. L'agriculteur grondait, le Doyen et triste, comment il a acheté le riz demain. Enfin, l'agriculteur a décidé d'aller dans les bois pour chercher un piège. Dans la forêt, ne pas jouer agriculteur heureux parce que l'enfant a vu un sanglier pris dans le piège. "Heureusement, il ya des enfants de ce sanglier. Si je vends pour acheter du riz et les préjugés peuvent être de manger pendant une semaine ", dit le fermier fut heureusement encore fait libérer pieds du filet de l'enfant et qui lie le sanglier. Porcelets hurlaient, mais l'agriculteur a été immédiatement tenu à ramener à la maison. Soudain, les buissons en face de l'agriculteur a été révélé. Deux ombre noire semblait pris d'assaut l'agriculteur d'un pas lourd et grognements de colère. Pas eu le temps de faire quoi que ce soit, l'agriculteur avait été couché sur le sol avec un corps couvert de blessures. Il apparaît que les deux truies étaient très en colère parce que leurs enfants ont été arrêtés. Le fermier a essayé de se lever, il tira sa machette. Il a essayé de combattre les truies étaient en colère parce que. Cependant, il est regrettable que l'agriculteur. Quand il a balancé sa machette dans le corps du sanglier, qui a porté la machette était cassé en deux. La colère de sanglier blessé. L'agriculteur Bounty en fui chez le sanglier. Quand il a sauté une petite rivière, il a glissé et est tombé sorte que sa tête heurta la pierre. Tewaslah agriculteur sans sa femme et ses enfants à l'esprit. Pendant ce temps - à la maison ISRI agriculteur maudissait l'aîné avec un coeur lourd en raison de l'aîné avoir à jeter la dernière poignée de riz qu'ils ont dans le puits. Il n'a jamais imaginé qu'un enfant qui a été contient plus de neuf mois et dix jours et traité avec compassion et d'amour, maintenant les enfants ne sont pas sages et rend toujours les parents très difficiles. Parce que une poignée de riz, ils ont été mis au rebut l'aîné dans le puits, l'épouse de l'agriculteur il a l'intention de vendre le pot de terre sur le marché. "Aîné, revenir en arrière et prendre les pots en argile étaient déjà mères sécher. Mère vendrait sur ​​le marché. Prenez soin de votre soeur parce que votre père avait pas revenir à la maison ", at-il dit. Cependant, ne pas jouer cette coquine Big Sis. Il obéissait pas sa mère à la place grommelait-il. "Pourquoi devrais-je prendre le pot. Si la mère aller, je dois garder le plus jeune et je ne peux pas aller jouer. Je ferais mieux de simplement briser ce pot ", dit l'aîné. Ensuite, la deuxième claqué dans un pot d'argile dernier espoir de sa mère pour acheter du riz. Le deuxième pot a été brisée sur le sol. Remarquablement surpris et déçu lorsque l'aîné mère a entendu le bruit de la vaisselle chelem. "Aduuuuuh ... ..Sulung! Savez-vous pas que nous avons tous besoin de manger. Pourquoi avez-vous cassez le pot ainsi, il est un pot de trésor quand nous sommes partis ", a déclaré la mère de l'aîné avec des yeux pleins de larmes. Mais l'aîné vraiment ignore moi-même, il n'a pas envie de manger une banane. Il veut manger du riz avec du poisson au curry. Vraiment triste mère Sis entendu la demande de son fils. "Je ne vais pas manger une banane! Je ne suis pas plus un bébé, pourquoi devrait manger des bananes », cria l'aîné claquant furieusement la plaque au sol. Lorsque l'aîné était en colère, est venu un voisin qui ont déclaré qu'ils avaient trouvé le père de l'aîné a été tué par la rivière. Comment triste et pleurer la aîné mère a entendu les mauvaises nouvelles. Big Sis en larmes dans ses bras et dit: «Oh, aîné, ton père est mort. D'une certaine manière notre sort plus tard, "gémit la mère de l'aîné. Mais l'aîné ne semble pas la moindre triste d'entendre les nouvelles. Pour l'aîné, il ne sentait rien d'autre est condamnée à faire des choses qui ne sont pas son favori. "Aîné, la mère était plus en mesure de vivre dans ce monde. Coeurs mère triste quand de penser à vous. Nourrissez votre sœur bien. Mère irait à Batu commercial. Mère suivra votre père ", a déclaré la mère de l'aîné. Ibu Sis puis dirigé vers un gros rocher en saillie, appelé la Pierre commercial. Une fois là, la mère de l'aîné chante, Pierre divisé pierre bertangkup. Mon cœur serait misérable. Pierre divisé pierre bertangkup. Prends-moi ainsi. Un instant plus tard, bertiuplah des vents forts et énorme rocher qui a été fendu. Après la mère Sis se passe en elle, une grosse pierre a été amarré dos. Voyant l'incident, le remords naît dans le cœur du Premier-né. Elle cria et a appelé sa mère pour promettre de ne pas être méchant encore, mais regrette qu'il arrive trop tard. Sa mère avait disparu avalé Pierre commercial.






























Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: