1Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa danBernegaraYth. Pr terjemahan - 1Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa danBernegaraYth. Pr Inggris Bagaimana mengatakan

1Reaktualisasi Pancasila dalam Kehi



1
Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa danBernegara
Yth. Presiden RI, Bapak Susilo Bambang YudhoyonoYth. Presiden RI ke-5, Ibu Megawati SoekarnoputriYth. Wakil Presiden dan Para Mantan Wakil PresidenYth. Pimpinan MPR dan Lembaga Tinggi Negara lainnyaBapak-bapak dan Ibu-ibu para anggota MPR yang saya hormatiSerta seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai, Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.
Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang BadanPenyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikanpandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai
philosofische grondslag
(dasar filosofis) atau

sebagai
weltanschauung
(pandangan hidup) bagi IndonesiaMerdeka.

Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dandinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, era demokrasi terpimpin, erademokrasi Pancasila, hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasilaharus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsaIndonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasiyang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupandemokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama:


Di manakah Pancasila kini berada?
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalampusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasilaseolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, danapalagi diterapkan, baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi, justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesiayang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.


Mengapa hal itu terjadi?


Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

2
Para hadirin yang berbahagia,
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah “lenyap” dari kehidupan kita.
Pertama
,
situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regionalmaupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telahmengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akandatang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasimanusia (KAM);(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatanyang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap“manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia,sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilakukehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukanreaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawabberbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalammaupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebutmenyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.
Kedua
,
terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadappenyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasiuntuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengansesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional’ tentang pentingnya kehadiranPancasila sebagai
grundnorm
(norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungiseluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik.Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalammembangun bangsa yang penuh problematika saat ini.Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadipenyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masalalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yangtidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepahamdengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais” atau “anti Pancasila”
1
. Pancasila diposisikan sebagai alat
1
Sebagaimana disinyalir oleh Gumilar R Somantri dalam “
Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik IndonesiaModern
”, Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila, Universitas Indonesia, Jakarta 31 Mei 2006


3
penguasa melalui monopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentinganmelanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullahdemistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumenpolitik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politikyang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan.Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahanmendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu.Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasarnegara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia. SepanjangIndonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiapwaktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertaikepergian sebuah era pemerintahan!
Para hadirin yang berbahagia,
Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakanbanyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilaiPancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagaipermasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakinkompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencanadan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesiayang lebih baik.Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru danorde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsayang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasinilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi diberbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kitamenghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuhtoleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukanrelevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yangmengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasiterus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalammenyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalananbangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dantindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang
0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Inggris) 1: [Salinan]
Disalin!
1The implementation of Pancasila in the life of a nation danBernegaraDesignation. The President Of The REPUBLIC, Mr. Susilo Bambang YudhoyonoYth. 5th President of the REPUBLIC, Mrs. Megawati SoekarnoputriYth. The Vice President and The former Vice PresidenYth. Chairman of the MPR and the high State Institutions lainnyaBapak fathers and mothers of the MPR members who I hormatiSerta all the people of Indonesia that I loved, Assalamu ' alaikum wr wb, best wishes to all of us.Today is June 1, 2011, sixty-six years ago, precisely on June 1, 1945, in front of the trial Preparation efforts BadanPenyelidik the independence of Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikanpandangannya about the Foundation of independent Indonesia who he called by the term Pancasila as philosofische grondslag(philosophical basis) or asMy weltanschauung(philosophy of life) for IndonesiaMerdeka. For sixty-six years traveling the nation, Pancasila has been a touchstone experience a variety of dandinamika history of the political system, since the era of parliamentary democracy, guided democracy era, erademokrasi Pancasila, to reform in an era of multiparty democracy this time. In every era, Pancasilaharus passes the test of civilization is dialectics Groove toughness as the basis of a philosophical bangsaIndonesia that is constantly evolving and never stop at one terminal point in history.Since 1998, we are entering an era of reform. On the one hand, we welcome the joyful emergence of dawn reformasiyang followed a wave of democratization in various fields. But along with the progress of the kehidupandemokrasi, there is a fundamental question that we need to reflect together: Where is the Pancasila now?This question is important because since the 1998 reform presented, Pancasila as if drowning dalampusaran the history of the past that is no longer relevant to be included in the dialectics of reform. Pancasilaseolah is missing from the collective memory of the nation. Pancasila is increasingly rarely spoken, quoted, discussed, danapalagi applied, both in the context of parliamentary life, nationality as well as the community.Pancasila as tersandar in a deserted hallway, precisely in the middle of the pulse of the life of the nation Indonesiayang the vociferously with the democracy and freedom from politics. Why did it happen? Why do we forget the Pancasila as well? 2Attendees who are blessed,There are a number of explanations, why Pancasila seems to "disappear" from our lives.First,environmental situation and the life of the nation has changed both in the level of domestic, global regionalmaupun. Environmental situation and the life of the nation in 1945--66 years ago--a very real change is telahmengalami at the moment, and will continue to change in the foreseeable akandatang. Some of the changes we are experiencing, among others, (1) the process of globalization in all its aspects;(2) the development of the idea of human rights (human rights) which is not diimbagi with asasimanusia obligations (KAM);(3) surge in utilization of information technology by the public, where information becomes kekuatanyang very influential in various aspects of life, but also are prone to "manipulation" of information with all its effects.The changes have pushed the third occurrence shifts the value experienced by the people of Indonesia, as seen in the pattern of community life in General, including in the political and economic pattern of perilakukehidupan that occurs at this time. With the onset of the diperlukanreaktualisasi changes the values of pancasila in order to be referable to the people of Indonesia in menjawabberbagai issues facing the current and future issues, both coming from the dalammaupun from the outside. Kebelum-berhasilan we do the implementation of Pancasila values tersebutmenyebabkan Pancasila alienation from the real-life nation of Indonesia.Both,the euphoria of reform as a result of traumatisnya community terhadappenyalahgunaan power in the past on behalf of Pancasila. The spirit of generation reformasiuntuk Uninstalling everything that he saw as a part of the past and replace it a new dengansesuatu, implies the emergence of a ' national ' amnesia about the importance of kehadiranPancasila as grundnorm(basic norms) that is capable of being a national umbrella menaungiseluruh citizens of diverse ethnic groups, customs, culture, language, religion and political affiliation.Indeed, formally recognized the State as the basis of Pancasila, but did not become a pillar of the nation's dalammembangun full of problems at this time.As an illustration, for example, the rejection of all things related to new order, menjadipenyebab why Pancasila is now absent in the life of nation and State. Admittedly, in masalalu mistifikasi and ideologisasi did take place systematically structured, Pancasila and the massif became rare weapon who does not ideological to classify those who cannot sepahamdengan the Government as "not Pancasilais" or "anti-Pancasila"1. Pancasila is positioned as a tool1As assumed by Gumilar R Somantri in "Pancasila in socio-political Changes IndonesiaModern"Memorial Symposium, the birth of Pancasila University in Jakarta, Indonesia, May 31, 2006 3the ruler through the monopoly of the meaning and interpretation of Pancasila which is used to power kepentinganmelanggengkan. As a result, during the turn of the regime in the reform era, muncullahdemistifikasi and deconstruction of Pancasila deems as symbols, icons and instrumenpolitik as the previous regime. Pancasila were blamed because it is considered a repressive system of politikyang and ornamentation are monolithic so that made an impression as a trauma history that should be forgotten.Pengaitan Pancasila with a regime of Government tententu, in my opinion, is kesalahanmendasar. Pancasila does not belong to an era or an ornament during the reign of certain powers.Pancasila is also not a representation of a group of people, groups or specific order. Pancasila is the dasarnegara which will be the pillars of architectural buildings called Indonesia. SepanjangIndonesia is still there, Pancasila will join his journey. Governance regime will change into setiapwaktu and will go into the past, but the country will still be there and will not menyertaikepergian an era of Government!Attendees who are blessed,Pada refleksi Pancasila 1 Juni 2011 saat ini, saya ingin menggarisbawahi apa yang sudah dikemukakanbanyak kalangan yakni perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilaiPancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagaipermasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi semakinkompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi yang tepat, terencanadan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu arah menuju hari esok Indonesiayang lebih baik.Oleh karena Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde Baru danorde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan menjadi jati diri bangsayang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan, dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasinilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi diberbagai bidang yang kian kompleks dan rumit.Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kitamenghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuhtoleransi di tengah keberagaman bangsa yang majemuk ini. Reaktualisasi Pancasila semakin menemukanrelevansinya di tengah menguatnya paham radikalisme, fanatisme kelompok dan kekerasan yangmengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasiterus dikonsolidasikan, sikap intoleransi dan kecenderungan mempergunakan kekerasan dalammenyelesaikan perbedaan, apalagi mengatasnamakan agama, menjadi kontraproduktif bagi perjalananbangsa yang multikultural ini. Fenomena fanatisme kelompok, penolakan terhadap kemajemukan dantindakan teror kekerasan tersebut menunjukkan bahwa obsesi membangun budaya demokrasi yang
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: