In the late 14th century and early 15th century, Majapahit's influence throughout the country began to diminish. At the same time, a new trade empire based on Islam, that the Malacca Sultanate, began to appear in the western part of the archipelago. [27] In the western part of the empire began to collapse it, Majapahit power no longer stem the resurgence of the Malacca Sultanate in the mid 15th century began to overwhelm the Malacca Strait and widen its authority to Sumatra. Meanwhile some colonies and conquered areas of Majapahit in other areas of the archipelago, one by one began to break away from power. A display model of the ship of State Museum of Majapahit in Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.After losing in a power struggle with Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana exile inland Daha (former capital of the Kingdom of Kediri) and continues to reign there until succeeded by his son Ranawijaya in 1474. In 1478 ad he defeated Kertabhumi by leveraging discontent Hindus and Buddhists at the discretion of Bhre Kertabumi as well as reunite into a single Kingdom of Majapahit. Ranawijaya ruled from 1474 to 1476 with degree Girindrawardhana until he was deposed by the Grand Vizier. Due to the conflict of this dynasty, Majapahit became weak and began the rise to power of the Kingdom of Demak, established by descendants of Bhre Wirabumi on the North coast of Java.Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan[28]) hingga tahun 1518.Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.[29] Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi [29] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit[30] dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit.[31] Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.[29]Demak and ensure its position as a regional power and becoming the first Islamic Kingdom which existed in Java. The time after the fall of Majapahit, the rest of the Hindu Kingdom in Java, surviving only Blambangan in the far East, as well as the Sunda Kingdom centred in Pajajaran in Western. Islam began to spread slowly backwards in the Hindu society to the mountains and to Bali. Some of the Hindu community a small SAC still persist in the mountains of Tengger Semeru and Bromo area.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..