Currently it is estimated the world will experience 3 major crises, namely the food crisis, water, and energy. This is because the more limited the available natural resources while increasing the population of the world increased rapidly from time to time. This practical will affect the resilience of each country. Indonesia now has a dependency on fossil energy sources, such as petroleum (42.99%), natural gas (18.48%) and coal (34,47%). Alternatives in the utilization of renewable energy is only present in the form of conversion (4.07%), yet can replace completely the utilization of energy in Indonesia. According to data from the Ministry of energy and Mineral resources (DEMR), natural gas reserves amounting to 170 and the TSCF will run out in the past 59 years, with estimated no increase or decrease in production. The fertilizer industry is an example of an industry whose lives depend on natural gas. The main problems of the fertilizer industry, nowadays is the lack of supply of natural gas for the production process. In PT Pupuk Sriwidjaja Tbk. for example, the needs of the average natural gas for the production of ammonia and urea to reach 225 MILLION. However, the supply of gas from Pertamina is always less than that amount. Because it is always repeated, then this will interfere with the performance of PT Pusri as one guard front maintain national food defense along with farmers. Therefore need to look for another resource that is able to replace or mensubstitusi natural gas. One type of natural resources potential change and or mensubtitusi of usage of natural gas is a Synthetic Gas (Syngas) that can be retrieved from a coal gasification process that its resources are still abundant. Total resources of coal in Indonesia is estimated at 105 billion tons of coal reserves, of which an estimated 9 billion tons, with production levels ranged from 200-300 million tonnes per year, then the age of the mine will be able to reach 100 years of age. Coal production is increasing every year, according to data from Ditjen Minerba, production for the year 2012 amounted to 385,899,100 tons, is exported as much as 198,366,000 tons and sold to domestic needs 56,295,000 tons. As for the pace of growth of coal production of Indonesia's average increases to 10% per year, it can be estimated coal production in Indonesia in 2017 is around 578,848,650 tonnes.Pabrik akan didirikan pada tahun 2015 berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dan bahan baku yang digunakan adalah batu bara dari PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Sebagai produsen penghasil batu bara terbesar di Indonesia dan di Sumatera Selatan diharapkan mampu menjadi produsen tunggal pemasok batu bara. PT Bukit Asam (Persero) Tbk. telah meningkatkan produksinya menjadi sebesar 15,08 juta ton pada tahun 2013, naik 8,01% dari tingkat produksi 13,96 juta ton di tahun sebelumnya. Dapat diperkirakan konsumsi gas alam PT Pusri tahun 2017 untuk produksi amonia sebesar 45,56 MMBTU/ton dan untuk produksi urea sebesar 35,97 MMBTU/ton. Dan pertumbuhan produksi PT Pusri tahun 2017 untuk amonia sebesar 263.395,66 ton dan urea sebesar 26.018,23 ton. Dengan demikian, konsumsi gas alam tahun 2017 untuk pertumbuhan produksi amonia adalah sebesar 12.000.754,78 MMBTU dan urea sebesar 935.764,74 MMBTU, sehingga total konsumsi adalah 12.936.519,51 MMBTU atau setara dengan 12.936,52 MMSCF. Jadi, dibutuhkan sekitar 78 ton batu bara per jam atau 617.760 ton batu bara per tahun untuk memproduksi syngas sebesar 13.000 MMSCF per tahun.Proses awal gasifikasi dimulai dari penyiapan batu bara BA-55. Batu bara BA-55 dari open yard akan di-treatment dengan berbagai macam perlakuan agar sesuai dengan kondisi dalam reaktor gasifier. Mula-mula batu bara dari open yard coal (F-111) diangkut menggunakan belt conveyor (J-112) menuju hammer mill (C-110). Setelah itu, batu bara yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam rotary-tube dryer (V-120) untuk menguapkan sebagian air bawaan yang ada dalam batu bara. Batu bara yang kandungan airnya telah diuapkan kemudian diangkut oleh scrapper conveyor (J-121) untuk dimasukkan ke dalam bunker (F-211) dengan bantuan bucket elevator (J-122). Dari bunker, batu bara dimasukkan ke dalam lock hopper (F-212) untuk dinaikkan tekanannya dari tekanan atmosfer (1,01 bar) menjadi 30 bar menggunakan gas inert. Dari lock hopper, batu bara dikeluarkan melalui mekanisme air lock dan dimasukkan ke dalam gasifier menggunakan screw conveyor (J-213). Oksidan berupa O2 dari oxygen storage tank (F-214) dinaikkan tekanannya dari 1,01 bar menjadi 32 bar dengan cara dipompa menggunakan oxygen pump (L-215). Kemudian oksidan bertekanan ini dilewatkan pada oxygen vaporizer (E-216) untuk mengubah fasenya menjadi gas dan untuk menaikkan suhunya dari -185oC menjadi 160oC. Gas oksigen ini kemudian diinjeksikan melalui injector nozzle ke dalam gasifier (R-210). Gasifier yang digunakan berjenis fluidized-bed dengan tipikal proses High Temperature Winkler (HTW Gasifier). Gasifier ini bekerja pada kondisi temperatur 1.000oC dan tekanan 30 bar. Syngas yang keluar dari gasifier akan menuju cyclone (H-217) untuk memisahkan ash yang terbawa keluar, lalu menuju ke waste heat boiler 1 (E-311) untuk didinginkan. Kemudian syngas masuk ke COS hydrolysis reactor (R-310) dengan suhu operasi 303oC dan tekanan 29 bar untuk mengkonversi COS menjadi H2S dengan bantuan katalis chromia-alumina. Setelah semua sulfur terdapat dalam bentuk senyawa H2S, kemudian dilakukan proses pemisahan terhadap H2S. Unit pemisahan senyawa sulfur adalah tangki desulfurizer (D-320) yang bekerja pada suhu 310oC dan tekanan 28,5 bar dengan bantuan adsorben ZnO. Syngas dari desulfurizer yang bebas dari kandungan H2S kemudian diturunkan suhunya melalui waste heat boiler 2 (E-333) sehingga suhunya menjadi 50oC. Selanjutnya, syngas dialirkan menuju kolom absorber (D-330) yang beroperasi pada suhu 50oC dan tekanan 27 bar. Pelarut MDEA 40% berat dari MDEA storage tank (F-331) diumpankan ke kolom absorber dengan bantuan MDEA pump (L-332). Larutan MDEA akan mengabsorb gas CO2, dan kemudian keluar menuju stripper (D-340) untuk proses recovery kembali pelarut. Sedangkan produk syngas bersih yang keluar dari absorber dialirkan melalui gas pipeline. Untuk melakukan recovery pelarut, larutan MDEA kaya CO2 (rich-amine) yang keluar dari kolom absorber dinaikkan suhunya dengan cara melewatkannya di lean-rich amine heat exchanger (E-341). Stripper beroperasi pada suhu 125oC dan tekanan 2,03 bar. Untuk mengambil CO2 dari pelarut, digunakan steam bertekanan 2,03 bar dengan suhu 125oC. Steam akan men-strip CO2 dan keluar bersama-sama dari stripper menuju outlet stripper cooler (E-342) untuk didinginkan hingga suhu 45oC. Lean-amine yang keluar dari stripper dialirkan kembali ke lean-rich amine exchanger untuk diturunkan suhunya menjadi 70oC. Lean-amine ini kemudian diumpankan kembali ke absorber dengan bantuan MDEA recovery pump (L-334). Aliran CO2 dan steam yang berada dalam fase campuran akan dipisahkan dalam separator (H-343) untuk mendapatkan gas CO2 yang lebih murni. Gas CO2 yang lebih murni dialirkan menuju gas pipeline untuk proses sintesis urea.Perhitungan analisa ekonomi didasarkan pada discounted cash flow. Modal untuk pendirian pabrik menggunakan rasio 40% modal sendiri dan 60% modal pinjaman. Berdasarkan analisa ekonomi, laju pengembalian modal (IRR) pabrik ini sebesar 35,1% pada tingkat suku bunga per tahun 11,5%, dan laju inflasi sebesar 6,23% per tahun. Sedangkan untuk waktu pengembalian modal (POT) adalah 2,6 tahun dan titik impas (BEP) sebesar 37,56% melalui cara linear. Umur dari pabrik selama 10 tahun dan masa konstruksi adalah 2 tahun. Untuk memproduksi syngas sebanyak 653.000 ton/tahun, diperlukan biaya total produksi per tahun (TPC) sebesar Rp1.559.152.187.543 dengan biaya investasi total (TCI) sebesar Rp 1.386.864.013.836 dan total penjualan sebesar Rp2.205.712.135.048. Dengan melihat aspek penilaian analisa ekonomi dan teknisnya, maka pabrik syngas dari batubara ini layak untuk didirikan
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
