Masalah kependudukan yang paling krusial dihadapi saat ini di Indonesi terjemahan - Masalah kependudukan yang paling krusial dihadapi saat ini di Indonesi Inggris Bagaimana mengatakan

Masalah kependudukan yang paling kr

Masalah kependudukan yang paling krusial dihadapi saat ini di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi dan disertai dengan tingginya populasi penduduk perempuan yang menikah diusia muda. Untuk itu, tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menguji factor-faktor yang menjadi pemicu dan penghambat perkawinan usia muda dari perempuan pada wilyah geografi yang berbeda di Sulawesi Selatan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1).Mengetahui pola usia pada perkawinan pertama dari perempuan di wilayah daratan dan wilayah pesisir pulau-pulau, (2). Mengidentifikasi dan . menganalisis factor-faktor yang memiliki pengaruh dominan dalam memicu atau menghambat perkawinan usia muda dari perempuan di wilayah daratan dan wilayah pesisir pulau-pulau; dan (4) Mendesain strategi terbaik untuk pengendalian perkawinan usia muda dari perempuan di wilayah daratan dan wilayah pesisir pulau-pulau
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni di kabupaten Soppeng dan Selayar. Kabupaten Soppeng dipilih untuk mewakili wilayah daratan dan Kabupaten Selayar untuk wilayah pesir pulau-pulau. Data dikumpulkan melalui survey menggunakan teknik wawancara dengan bantuan instrumen kuesioner. Tiga tipe instrument kuesioner yang dikembangkan untuk mengumpulkan data, yaitu kuesioner untuk responden perempuan, orang tua dari perempuan, dan responden ahli. Jumlah responden perempuan dan orang tuanya masing-masing adalah sebanyak 150 orang, terdiri dari 96 orang di Kabupaten Soppeng dan 54 orang di Kabupaten Selayar. Teknik pengambilan sampel untuk perempuan responden dan orang tuanyaadalah menggunakan metode acak berdasarkan kerangka sampling dari daftar perempuan yang tercatat di kantor urusan agama (KUA) telah menikah pertama pada tahun 2014. Jumlah responden ahli adalah sebanyak 6 orang , yang dipilih secara sengaja dari pegawai instansi pemerintah daerah lokasi penelitian, yang tugas dan fungsinya terkait secara langsung dengan upaya pengendalian pernikahan usia muda dari perempuan

Metode analisis data yang digunakan terdiri :(1) analisis deskriptif untuk mengetahui pola usia pada perkawinan pertama dari perempuan di wilayah daratan dan di daerah pesisir pulau-pulau. (2) Regresi Logistik binner untuk mengidentifikasi dan menganalisis factor yang memiliki pengaruh dominan dalam memicu dan menghambat perkawinan usia muda dari perempuan pada wilayah daratan dan di wilayah pesisir pulau-pulau; (3) Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mendesain berbagai alternatif strategi terbaik bagi pengendalian perkawinan perempuan usia muda pada kedua topilogi wilayah tersebut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usia pada pernikahan pertama dari perempuan di wilayah daratan adalah lebih beragam dengan tingkat prevelensi pernikahan usia muda lebih tinggi (69.38 persen) dibandingkan dengan wilayah pesisir pulau-pulau (38,00 persen). Pernikahan usia muda di wilayah daratan tersebut dominan dipicu oleh factor hamil diluar nikah, keluarga koban gossip, pengaruh media permisif, perjodohan, pandangan usia pernikahan, peraturan dan hukum. Kemudia, di wilayah pesisir pulau-pulau, pernikahan usia muda dominan dipicu oleh hamil diluar nikah, dan perjodohan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pernikahan usia muda di wilayah daratan adalah dominat dihambat oleh faktor pendidikan perempuan, kemandirian ekonomi, toleransi resiko, pendidikan suami, kestabilan ekonomi, dan pendidikan orang tua. Kemudian,di wilayah pesisir pulau-pulau, pernikahan usia muda dihambat oleh factor pendidikan perempuan, kemandirian ekonomi, mobilitas geografi, pendidikan suami, akses layanan, kestabilan ekonomi, pendidikan orang tua, dan program pemerintah. Mempertimbangkan fakta bahwa factor pemicu dan penghambat pernikahan usia muda terdiri dari banyak aspek, maka responden ahli menilai bahwa pilihan strategi terbaik untuk pengendalian pernikahan usia muda di wilayah daratan dan wilayah pesisir pulau-pulau adalah dengan pendekatan yang holistic melalui kombinasi dari berbagai alternative strategi. Alternatif strategi untuk wilayah daratan terdiri dari : (a) peningkatan pengetahuan dan penyadaran perempuan dan orang tuanya akan pentingnya pendidikan tinggi dan berkualitas; (b) penguatan norma, adat istiadat dan budaya yang menolak/menghambat pernikahan usia muda; (c) perlindungan hukum terhadap pernikahan paksa dan sanksi pelanggarannya; dan (d) pemberian dukungan permodalan pada perempuan dan orang tuanya untuk berwirausaha. Kemudian, alternative strategi untuk wilayah pesisir pulau-pulau terdiri dari (a) peningkatan pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan penyadaran terhadap resiko menikah usia muda; (b) perlindungan hukum terhadap pernikahan paksa dan sanksi pelanggarannya; (c) penguatan norma, adat istiadat dan budaya yang menolak/menghambat pernikahan usia muda; dan (d) pemberian dukungan pembiayaan pada perempuan miskin untuk tetap bersekolah dan melanjutkan sekolahnya.
5000/5000
Dari: Bahasa Indonesia
Ke: Inggris
Hasil (Inggris) 1: [Salinan]
Disalin!
The most crucial residency issues faced today in Indonesia including South Sulawesi province are high and population growth coupled with high population of women who marry young diusia. To that end, the general objective of this research was to test the factor-factor that triggers and a barrier to marriage the young age of the women at the different geography in South Sulawesi. As for the specific purpose of this research is (1). Knowing the pattern of age at first marriage of women in the area of land and coastal islands, (2). Identify and. analyzing the factors factors that have influence is dominant in trigger or inhibit a marriage of the young age of the women in the area of land and coastal islands; and (4) design the best strategy for controlling the marriage age younger than women in the area of land and coastal islands To achieve the purpose of the study, this research was carried out in South Sulawesi province, which is in the District of Soppeng and Selayar. Soppeng Regency is chosen to represent the area of land and district region pesir Selayar Islands. Data collected through surveys using interview techniques with the help of instruments the questionnaire. Three types of instrument a questionnaire which was developed to collect data, i.e. a questionnaire for female respondents, the parents of the woman, and the respondent expertly. The number of respondents male and his parents each are as much as 150 people, consisting of 96 people in the Regency of Soppeng and 54 people in the Selayar. Sampling techniques for male respondents and the tuanyaadalah using random sampling frame based on the method of a list of women recorded in the Office of religious affairs (KUA) had married first in 2014. The amount of the respondent's experts are as much as six people, chosen deliberately from the regional government agency employee location study, tasks and functions associated directly with the efforts of controlling the marriage age of women Methods of data analysis that is used consists of descriptive analysis of:(I) to figure out the pattern of the age at first marriage of women in the area of land in the coastal area and Islands. (2) Logistic Regression binner to identify and analyze the factors that have influence is dominant in triggers and hinder marriage age younger than women in the area of land in the coastal areas and Islands; (3) Analytic Hierarchy Process (AHP) to design a range of strategic alternatives for the control of mating female young age on both the region's topilogi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usia pada pernikahan pertama dari perempuan di wilayah daratan adalah lebih beragam dengan tingkat prevelensi pernikahan usia muda lebih tinggi (69.38 persen) dibandingkan dengan wilayah pesisir pulau-pulau (38,00 persen). Pernikahan usia muda di wilayah daratan tersebut dominan dipicu oleh factor hamil diluar nikah, keluarga koban gossip, pengaruh media permisif, perjodohan, pandangan usia pernikahan, peraturan dan hukum. Kemudia, di wilayah pesisir pulau-pulau, pernikahan usia muda dominan dipicu oleh hamil diluar nikah, dan perjodohan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pernikahan usia muda di wilayah daratan adalah dominat dihambat oleh faktor pendidikan perempuan, kemandirian ekonomi, toleransi resiko, pendidikan suami, kestabilan ekonomi, dan pendidikan orang tua. Kemudian,di wilayah pesisir pulau-pulau, pernikahan usia muda dihambat oleh factor pendidikan perempuan, kemandirian ekonomi, mobilitas geografi, pendidikan suami, akses layanan, kestabilan ekonomi, pendidikan orang tua, dan program pemerintah. Mempertimbangkan fakta bahwa factor pemicu dan penghambat pernikahan usia muda terdiri dari banyak aspek, maka responden ahli menilai bahwa pilihan strategi terbaik untuk pengendalian pernikahan usia muda di wilayah daratan dan wilayah pesisir pulau-pulau adalah dengan pendekatan yang holistic melalui kombinasi dari berbagai alternative strategi. Alternatif strategi untuk wilayah daratan terdiri dari : (a) peningkatan pengetahuan dan penyadaran perempuan dan orang tuanya akan pentingnya pendidikan tinggi dan berkualitas; (b) penguatan norma, adat istiadat dan budaya yang menolak/menghambat pernikahan usia muda; (c) perlindungan hukum terhadap pernikahan paksa dan sanksi pelanggarannya; dan (d) pemberian dukungan permodalan pada perempuan dan orang tuanya untuk berwirausaha. Kemudian, alternative strategi untuk wilayah pesisir pulau-pulau terdiri dari (a) peningkatan pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan penyadaran terhadap resiko menikah usia muda; (b) perlindungan hukum terhadap pernikahan paksa dan sanksi pelanggarannya; (c) penguatan norma, adat istiadat dan budaya yang menolak/menghambat pernikahan usia muda; dan (d) pemberian dukungan pembiayaan pada perempuan miskin untuk tetap bersekolah dan melanjutkan sekolahnya.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Hasil (Inggris) 2:[Salinan]
Disalin!
The most crucial demographic problem faced today in Indonesia, including in South Sulawesi is the high population growth and is accompanied by a high population of women who marry at a young age. To that end, the general purpose of this study was to examine the factors that trigger and inhibiting early marriage of girls at different geographic wilyah in South Sulawesi. The specific objectives of this study were (1) .Mengetahui pattern of age at first marriage of women in land and coastal areas of the islands, (2). Identifying and. analyze the factors that have a dominant influence in triggering or inhibiting the early marriage of girls in inland regions and coastal areas of the islands; and (4) Designing the best strategy for control of early marriage of women in land and coastal areas of the islands
To achieve the objectives of the research, the research was conducted in the province of South Sulawesi, namely in the districts Soppeng and Selayar. Soppeng chosen to represent the land area and the district Selayar for pesir islands region. Data were collected through a survey using interview techniques with the help of a questionnaire instrument. Three types of instrument a questionnaire developed to collect data, questionnaires for female respondents, parents of women, and respondents' expert. Number of female respondents and their parents are as many as 150 people, consisting of 96 people in Soppeng and 54 in the District Selayar. The sampling technique for female respondents and those tuanyaadalah use a random method is based on a sampling frame of the list of women who registered at the office of religious affairs (KUA) was first married in 2014. The number of respondents is as much as 6 experts, chosen deliberately from employees of government agencies area of study sites, the duties and functions directly related to the effort to control the wedding the young age of the female method of analysis used data comprising: (1) descriptive analysis to determine patterns of age at first marriage of women in the mainland and coastal islands , (2) Binner logistic regression to identify and analyze the factors that have a dominant influence in triggering and inhibiting the early marriage of girls on the mainland and in the coastal areas of the islands; (3) Analytic Hierarchy Process (AHP) to design alternatives best strategy for controlling the marriage of young women in both topilogi the region results showed that the pattern of age at first marriage of women in the mainland is more varied with the level of prevalence of marriage a young age more high (69.38 percent) compared to the coastal areas of the islands (38.00 percent). Wedding young age in the mainland region dominant factor triggered by pregnancy outside of marriage, family koban gossip, media influence permissive, matchmaking, view marriage age, regulations and laws. Later, in the coastal areas of the islands, wedding young age predominantly triggered by pregnant outside marriage and matchmaking. The study also found that young age marriage in the land area is inhibited by factors dominat female education, economic independence, risk tolerance, husband education, economic stability, and parental education. Then, in the coastal areas of the islands, wedding young age factor inhibited by women's education, economic independence, mobility geography, husband education, access to services, economic stability, parental education, and government programs. Considering the fact that the trigger factor and inhibiting young age marriage consists of many aspects, the respondents experts assess that the choice of the best strategy to control the young age of marriage in the mainland and coastal areas of the islands is the holistic approach through a combination of various alternative strategies. Alternative strategies for the land area consists of: (a) increased knowledge and awareness of women and parents of the importance of higher education and quality; (b) strengthening the norms, customs and culture that rejected / hamper a young age marriages; (c) legal protection against forced marriage and sanction the infraction; and (d) the provision of capital support to women and their parents to entrepreneurship. Then, alternative strategies for coastal areas of the islands consist of (a) an increase in understanding of reproductive health and awareness of the risks to marry a young age; (b) legal protection against forced marriage and sanction the infraction; (c) the strengthening of norms, customs and culture that rejected / hamper a young age marriages; and (d) the provision of financial support to poor women to stay in school and continue their education.




Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: ilovetranslation@live.com