1. Tidak ada satu Pihak pun yang dinyatakan telah melakukan kelalaian/pelanggaran terhadap isi/ketentuan dari Perjanjian ini apabila tidak dilaksanakannya ketentuan dari Perjanjian ini disebabkan karena keadaan memaksa.
2. Hal-hal yang termasuk keadaan memaksa dalam Perjanjian ini adalah peristiwa atau kejadian yang berada di luar kemampuan manusia, termasuk namun tidak terbatas pada sabotase, peperangan (yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan oleh pemerintah), dikeluarkannya peraturan/kebijaksanaan pemerintah, bencana alam, demonstrasi/huru-hara, pemogokan buruh, epidemi dan kebakaran yang nyata-nyata secara langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan Perjanjian ini.
3. Dalam hal terjadi keadaan memaksa (force majeure), maka pada kesempatan pertama Pihak yang mengalami keadaan memaksa wajib memberitahukan melalui telepon atau faksimili kepada Pihak lainnya mengenai terjadinya peristiwa keadaan memaksa tersebut dan selanjutnya wajib menyusulkan pemberitahuan secara tertulis dengan dilampirkan bukti dari kepolisian yang berwenang dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan melalui telepon dan faksimili dilakukan.
4. Keterlambatan atau kelalaian Pihak yang mengalami keadaan memaksa dalam memberitahukan adanya keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai keadaan memaksa oleh Pihak lainnya.
5. Pihak yang mengalami keadaan memaksa berkewajiban segera melaksanakan kewajibannya pada kesempatan pertama ketika keadaan memaksa berakhir.