Di Indonesia saat ini adalah berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang dipandang masih belum efektif. Indikasi ke arah sana tampak dengan adanya guru yang masih banyak terjebak dalam pembelajaran yang cenderung membosankan. Dalam berinteraksi dengan siswa, posisi guru terasa masih sangat dominan. Pendekatan dan metode yang digunakan tampak kurang bervariasi. Konsep pembelajaran seperti itu tampaknya tidak relevan lagi dengan tuntutan dan tantangan pendidikan saat ini (Amri, 2010:139). Hal ini berdampak pada rendahnya nilai matematika Indonesia dalam studi komparatif internasional PISA (Programme for International Student Assesment) pada tahun 2012, pada literasi matematika menempatkan Indonesia di peringkat ke- 64 dengan skor 375 dari 65 negara peserta PISA. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di peringkat terbawah. Anak-anak Indonesia yang mengikuti PISA memiliki rata-rata skor literasi matematika 375. Mayoritas siswa Indonesia belum mencapai level 2 untuk literasi matematika (OECD, 212). Sementara PISA mematok skor 494 untuk kemampuan rata-rata internasional. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan menelaah, memberikan alasan, dan mengkomunikasikan secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalah dalam berbagai situasi masih sangat kurang (Stacey, 2010). Hal tersebut dikarenakan, siswa belum terbiasa mengerjakan soal berbasis masalah kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks.Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu adanya inovasi pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa dan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar agar siswa dapat menemukan sendiri konsep matematika. Alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika adalah Creative Problem Solving (CPS). Menurut Asikin (2008), model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Dalam pembelajaran CPS ini siswa dituntut aktif sehingga dalam pembelajaran siswa mampu mengeluarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang belum pernah ditemui. Model pembelajaran CPS terdiri dari tahap klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi, dan seleksi, serta implementasi (Pepkin, 2004). Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang mandiri dalam memecahkan masalah diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika dan mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
