Pak dukuh heran dengan ceritanya ju

Pak dukuh heran dengan ceritanya jumirah. Bagaimana caranya makhluk itu bisa masuk ke kandang dan memakan kambing-kambing-nya? Berbeda dengan Ki Mangun dan Triman yang terlihat gembira dengan kabar itu.
“Sudah saya bilang. Semua kambing-kambing di dusun ini akan dimakan jika kita tidak segera mengambil tindakan.”
“Malapetaka akan terus datang jika tradisi leluhur kita dilanggar. Bagaimana jika Ki Gadung mengirimkan pulung gantung lagi?” triman menambahkan.
Pak dukuh terpancing. Pendidikan dasarnya tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah ini secara rasional. Apalagi sejak kecil ia telah hidup di lingkungan yang mempercayai perdukunan. “saya setuju dengan pendapat kalian. Mas ngali kita usir dari dusun ini.”
Ki Mangun dan centeng-nya saling pandang. Mata mereka memancarkan kemenangan. Disisi lain Jumirah tampak bingung karena tidak mengerti tentang pembicaraan mereka.
“Saya percaya anda telah mengambil keputusan yang tepat” puji Ki Mangun. “Secepatnya, pak! Sebelum bencana yang lain datang.”
“Bagaimana jika besok?”
“Tentu, saya setuju!”
“Saya akan mengumpulkan warga. Tolonh Ki Mangun dan Triman ikut membantu mengumpulkan warga.”
“Mudah saja itu!” kata Triman.
“Sekarang Kang Jumuran saya perintahkan untuk membantu kami. Besok siang, kamu ikut ke resan, bawalah sesajen lalu malam hari kita mengumpul di rumah pak dukuh. Bagaimana?”
“Untuk apa semua itu pak?”
“Tentu saja agar kambing-kambing di dusun kita tidak mati.”
Jumirah mengangguk meskipun ia tidak tahu untuk apa semua itu.
“Baiklah, semuanya saya serahkan kepada anda pak dukuh.”
“Iya. Warga di sini saya pasrahkan sana anda, Ki Mangun.”
Malam semakin larut. Pak Dukuh Saelan mohon diri.