: Ketrampilan menulis merupakan salah satu skill yang harus diajarkan pada pembelajaran Bahasa Inggris. Tapi dalam implementasinya skill ini sering diabaikan oleh guru bahasa Inggris dengan berbagai alasan. Terlebih lagi dalam pembelajaran writing guru masih banyak yang menggunakan pendekatan produk (product-oriented) bukan pendekatan proses (process-oriented). Collaborative Writing merupakan strategy pembelajaran writing yang bertumpu pada orientasi proses. Strategy ini telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.Kata Kunci: Collaborative Writing, Strategy, Menulis, Pendekatan Proses. PendahuluanBahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi baik secara lisan atau tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu. Diantara empat ketrampilan bahasa tersebut ketrampilan menulis termasuk dalam productive skill. Dalam ketrampilan ini produk tulisan siswa menjadi sebuah target akhir dari proses pembelajaran. Menurut Duin (1986) kemampuan menulis penting untuk diajarkan karena tulisan dapat menjadi alat untuk menyampaikan ide, gagasan, dan pesan ke pembaca dengan tujuan tertentu. Disamping itu dengan tulisan kita dapat menjelaskan dan mendiskripsikan sesuatu kepada seseorang yang jauh dari kita.Menurut White (1985) kegiatan menulis dapat menjadi media atau alat pembelajaran komponen bahasa karena dalam ketrampilan menulis siswa tertuntut untuk mengaplikasikan pengetahuan grammar, tata bahasa, susunan kalimat, idiom dan kosakata. Disamping itu siswa juga diberikan kesempatan untuk mengekplorasi bahasa yang mereka pelajari. Menurut Graham (2007) pembelajaran ketrampilan menulis di sekolah-sekolah mempunyai dua manfaat penting. Pertama, writing merupakan skill yang dapat menunjukkan kemampuan menggunakan strategy ( seperti perencanaan, evaluasi, dan revisi) untuk tercapainya tujuan tulisan itu sendiri dengan berbagai opini dan bukti pendukung yang mereka miliki. Kedua, Menulis berarti memperluas dan memperdalam pengetahuan siswa. Tulisan merupakan alat untuk mempelajari pelajaran.Ketrampilan menulis merupakan ketrampilan yang jarang diajarkan pada peserta didik baik ditingkat MTs atau MA. Ada bebarapa alasan mengapa ketrampilan menulis sering diabaikan oleh guru. Pertama, Guru kesulitan dalam merencanakan dan mengajarkan ketrampilan ini. Kedua ketrampilan menulis tidak diujikan dalam semester atau ujian akhir. Ketiga, guru lebih sering disibukkan dengan menerangkan dan menjelaskan bagian-bagian (generic structure) dari sebuah teks dibanding dengan mengaplikasikannya dalam sebuah tulisan siswa. Terakhir, pembelajaran ketrampilan menulis sangat menyita waktu baik dalam prosesnya dan juga dalam pemberian umpan balik. Berhubungan dengan alasan kenapa ketrampilan menulis sering diabaikan oleh guru, Alwasilah (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa dalam budaya Indonesia literasi belum diartikan sebagai “kemampuan untuk membaca dan menulis” tapi masih diartikan sebatas “kemampuan untuk membaca”. Selain itu, guru lebih banyak menghabiskan waktu yang telah mereka alokasikan untuk menerangkan grammar daripada mengajarkan ketrampilan menulis itu sendiri. Alasan lain yang dia temukan adalah guru sering mengeluh dengan kelas besar yang mereka ajar. Hal ini menjadikan guru tak mungkin mengoreksi hasil pekerjaan siswa secara efektif. Ketrampilan menulis merupakan salah satu ketrampilan bahasa yang telah banyak menyedot perhatian banyak pihak. Selain karena ketrampilan menulis bisa dijadikan takaran literasi suatu bangsa, juga karena belum begitu membudaya umumnya di masyarakat dan khususnya di lingkungan sekolah. Ketrampilan menulis ini bisa dianggap sebagai ketrampilan berbahasa yang sulit dan kompleks karena mensyaratkan adanya keluasan wawasan dan melibatkan proses berpikir yang intensif. Ketidakmampuan menulis siswa juga diyakini sebagaian besar orang disebabkan karena kegagalan pengajaran ketrampilan menulis disekolah-sekolah. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengajaran menulis selama ini hanya menitikberatkan pada pengajaran tata bahasa atau tata cara menulis, bukan mengarahkan peserta didik pada untuk banyak menulis. Dalam kontek pengajaran bahasa Inggris di tingkat SMA, ketrampilan menulis ini mutlak diperlukan mengingat salah satu tujuan pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SMA/MA adalah mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai tingkat literasi informational. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SMA/MA diantaranya meliputi: (1) kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis secara terpadu untuk mencapai tingkat literasi informational; (2) kemampuan memahami dan menciptakan berbagai teks fungsional pendek dan monolog serta esei berbentuk procedure, descriptive, recount, narrative, report, news item, analytical exposition, hortatory exposition, spoof, explanation, discussion, review, public speaking (Dedpdiknas, 2006).Berdasarkan pengamatan penulis, kemampuan menulis siswa MAN Jombang secara umum masih lemah. Salah satu indikatornya adalah masih rendahnya kwalitas tulisan siswa baik dalam hal tata bahasa, pengembangan dan pengorganisasian ide hal ini menyebabkan perolehan nilai ketrampilan menulis siswa masih rendah. Disamping itu, penulis juga menemukan masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan. Pertama, siswa merasa kesulitan untuk memulai menulis sebuah tulisan sederhana yang berhubungan dengan topik yang sedang mereka pelajari. Hal ini membuat mereka manghabiskan waktu yang lama hanya untuk memulai menulis sebuah paragraf sederhana. Disamping itu, mereka merasa kesulitan untuk menemukan dan mengorganisir ide yang berhubungan dengan topic bahasan. Kedua, Mereka merasa kesulitan untuk mengembangkan sebuah paragraf yang terpadu sehingga tulisan mereka sulit untuk dipahami. Ketiga, kebanyakan kalimat-kalimat yang mereka tulis dalam tulisan mereka tidak menyatu dan berhubungan dengan ide utamanya. Keempat, masih banyaknya kesalahan gramatikal dalam karangan mereka. Terakhir, mereka cenderung tidak aktif dan tidak punya motivasi dalam pembelajaran writing karena mereka merasa kesulitan. Ada beberapa faktor yang menjadi sebab munculnya masalah-masalah diatas. Faktor pertama, kurangnya porsi pengajaran ketrampilan menulis dikelas dibanding dengan ketrampilan lain seperti membaca dan membahas tata bahasa. Kedua, dalam memberikan tugas menulis guru terkadang tidak memberikan contoh dan bimbingan bagaimana menuangkan ide dan mengembangkannya pada setiap proses menulis. Hal ini menyebabkan pembelajaran ketrampilan menulis hanya bertumpu pada hasil (product oriented) bukan pada proses (proccess oriented). Pendekatan Produk Vs. Pendekatan ProsesTerkait dengan pengajaran menulis (writing) ada dua hal yang menjadi orientasi dalam pengajaran menulis, yaitu pendekatan produk, dan pendekatan proses. Pendekatan produk dalam kegiatan writing hanya berfokus pada hasil akhir dari sebuah kegiatan pembelajaran menulis. Pendekatan produk juga lebih mementingkan form tekstual, dengan lebih mengajarkan tata bahasa, analisis kesalahan, atau mengkombinasikan kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk. Di samping itu, siswa diajarkan untuk menulis dengan meniru model yang sudah ada. Hal ini mengabaikan aspek kognitif dari menulis. Menulis hanya dipandang sebagai tindakan linguistik. Dalam pendekatan proses, fokus utamanya adalah bagaimana proses kegiatan siswa dalam menghasilkan teks akhir. Cumming dalam Reid (1993) menyatakan bahwa menulis adalah negosiasi makna antara penulis dan pembaca yang melibatkan proses berkesinambungan mulai dari rancangan sampai proses revisi. Menurutnya, tahapan dalam menulis terdiri dari prewriting, drafting and revising. Dalam prewriting, siswa mengeluarkan ide untuk menemukan topik yang akan mereka tulis. Setelah menemukan ide, mereka membuat rancangan (drafting) yang kelak direvisi (revising) dan ditulis ulang sampai selesai. Proses ini akan mengembangkan kemampuan siswa untuk menuangkan gagasan mereka dalam tulisan. Menurut Murray (dalam Aswandi, 2009) kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan pendekatan proses ditandai dengan adanya penggunaan collaborative brain storming, free-writing, pilihan topik tulisan diserahkan pada penulis, adanya peer group editing, langkah-langkah pembelajaran dalam pendeketan proses meliputi: mengembangkan gagasan/ide, drafting, revising, dan editing.Sementara itu, menurut Shih (dalam Brown, 2001:335) proses menulis mencakup beberapa langkah. Pertama, guru membantu siswa untuk memahami proses menulis mereka sehingga mereka mampu menemukan strategi yang sesuai. Selanjutnya, siswa diberi waktu yang cukup untuk menulis dan merevisi tulisannya. Siswa didorong untuk menuangkan apa yang ingin mereka sampaikan melalui tulisannya. Kemudian, guru memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk memberikan umpan balik sehingga siswa tidak hanya mendapatkan umpan balik dari guru tetapi juga dari teman sejawat (peer response). Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mandiri (autonomous).Mengenai kemandirian siswa dalam belajar (learning autonomy), Nunan (2003:290) mendefinisikan kemandirian siswa sebagai kemampuan untuk mengawasi pembelajarannya sendir
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
