d. Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhlu pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan (Bakhtiar: 2000).
Penalaran dalam ilmu pengetahuan yang benar dengan berpikir setelah melakukan penyelidikan, pengalaman, dan percobaan sebagai trial dan error. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada Kitab Suci (Bakhtiar: 2000).
Dengan demikian, suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Oleh karena itu, sangat wajar ketika Imam Al-ghazali merasa tidak puas dengan penemuan-penemuan akalnya dalam mencari suatu kebenaran. Akhirnya Al-ghazali sampai pada kebenaran yang kemudian dalam tasawuf setelah dia mengalami proses yang amat panjang dan berbelit-belit. Tasawuflah yang menghilangkan kergu-raguan tentang segala sesuatu. Kebenaran menurut agama inilah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai kebenaran mutlak; yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun Al-Ghozali tetap merasa kesulitan menentukan kriteria kebenaran. Akhirnya kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran subjektif atau inter-sujektif.