Bujang Aru bisa dikatakan anak yang baik hati dan rajin, melihat dirinya yang sangat memperhatikan alam yang diberikan Jubata. Ia tidak pernah menebang pohon , kecuali jika kayu-kayu kering yang tumbang sudah tidak ada. Bujang Aru pun tidak pernah memburu hewan-hewan secara berlebihan. Bahkan, jika merasa tidak membutuhkan daging, ia hanya akan mencari lemiding – paku muda, ataupun rabukn’ – tunas bambu, serta banokn’ – ubi, sebagai bahan makanan. Kebaikan dan kesederhanaannya inilah yang menjadikan ia sebagai cucu yang sangat disayangi oleh kakek dan neneknya.
Suatu sore, Bujang Aru baru saja pulang dari hutan. Ia membawa beberapa potong kayu bakar , seekor ayam hutan dan ubi. Karena kakeknya sedang tidak sehat, ia sengaja berburu ayam hutan yang diketahuinya baik untuk memulihkan kesehatan. Bujang Aru memang sangat berbakti dan mencintai kakek juga neneknya.
Makan malam kali itu, dimasak oleh neneknya yang memang berbakat dalam mengolah makanan. Makanan yang sedap itu, tak ayal membuat mereka makan cukup banyak hingga kekenyangan dan memilih untuk segera tidur.
Bujang Aru menghembuskan nafas secara teratur, tanda bahwa ia sudah terlelap. Namun, beberapa kali wajahnya nampak berkerut-kerut. Mungkin ia sedang bermimpi.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
