Jember kini menduduki peringkat ketujuh dari 38 kota/kabupaten di Jawa terjemahan - Jember kini menduduki peringkat ketujuh dari 38 kota/kabupaten di Jawa Inggris Bagaimana mengatakan

Jember kini menduduki peringkat ket

Jember kini menduduki peringkat ketujuh dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kunjungan wisata cukup tinggi. Sedikitnya 250 ribu wisatawan domestik maupun mancanegara setiap tahunnya datang ke JembDJEMBER TEMPOE DOELOE
Bagaimana kita membayangkan Jember pada masa lalu? Mungkin dengan romantisme, walau agak terbatas. Kita membayangkan secuil pasasi pada esai seorang Goenawan Mohamad, wartawan dan seniman kesohor itu: “Tak ada yang aus: masa silam hadir secara rutin, dan secara bangga.” Goenawan bicara soal Bruges, sebuah kota di Eropa. Tentu jauh sekali dari Jember. Namun, Jember pada masa lalu, adalah Jember yang juga diciptakan oleh peradaban lain yang disebut Barat. Eropa. Maka, melihat foto-foto Jember di masa lampau, kita akan merasa apa yang diciptakan orang-orang Barat itu pada masa lampau tak ada yang aus. Tidak jelas benar, siapa yang memberi nama kota ini Jember. Apa artinya juga tak terang. Ada yang mengatakan Jember dimaksudkan sebagai jembar atau luas atau lapang dalam bahasa Jawa. Nama Jember sendiri dikenali dari arsip-arsip pemerintahan Belanda. Provinciaal Blad ban Oost Java, 7 September 1929. Jember sejak awal tidak dimaksudkan dikembangkan sebagai sebuah kota administratif, namun sebuah daerah perkebunan. Sekitar tahun 1850, George Birnie, seorang Belanda keturunan Skotlandia, membuka perkebunan tembakau di Jember, untuk dipasarkan hasilnya ke Eropa. Menurut Andreas Harsono dalam Hoakiao dari Jember, Birnie mendatangkan pekerja dari Blitar dan Pulau Madura. Birnie menikahi Rabina, seorang perempuan Jawa, dan mengirim anak-anak mereka ke Belanda untuk belajar. Birnie tak hanya menanam tembakau yang menjadi bahan baku cerutu. Dia juga menanam kopi, karet, dan kakao. Kelak Jember menjadi pusat penelitian kopi dan kakao. Jember pada abad 19 adalah sebuah afdeling, bagian dari kabupaten Bondowoso. Tanaman perkebunan dibudidayakan di sekujur lereng pegunungan Argopuro.Nama perusahaan perkebunan Birnie adalah Lanbhouw Maaschappij Out Djember. Pekerja-pekerja perkebunan yang didatangkan dari beberapa daerah di Jawa Timur, membuat Jember menjadi ramai. Tahun 1805, jumlah penduduk Jember hanya lima ribu orang. Akhir abad 19 sudah mencapai sekitar satu juta orang. Pertambahan penduduk ini memacu mobilisasi ekonomi. Dari sinilah terjadi perubahan sistem pemerintahan Jember. Sebelumnya, Jember hanyalah sebuah afdeeling di bawah naungan Gewestelijk Bestuur Besoeki, yang dipimpin seorang Residen. Jember terbagi menjadi enam distrik, yang masing-masing distrik dipimpin seorang wedana, yakni Distrik Jember, Sukokerto, Mayang, Rambipuji, Tanggul, dan Puger. Pemerintah Hindia Belanda lantas meningkatkan status Jember dari afdeeling menjadi regentschap. Regentschap setara dengan kabupaten. Sang bupati bukan lagi bule Belanda, tapi pribumi yang berkulit sawo matang. Jember ditetapkan sebagai kabupaten melalui staatsblad nomor 322 tentang Bestuurshervorming, Decentralisastie, Regentschappen Oost Java. Pengesahnya adalah Gubernur Jenderal De Graeff . Jumlah distrik diperluas menjadi tujuh, yakni distrik Jember, Kalisat, Mayang, Rambipuji, Tanggul, Puger, dan Wuluhan.Sebenarnya surat penetapan Jember sebagai kabupaten ditandatangani 9 Agustus 1928. Namun, surat itu berlaku efektif 1 Januari 1929. Kelak, 1 Januari ditetapkan sebagai Hari Jadi Jember. Dalam konteks ini, sempat ada perdebatan, apakah hari jadi Jember mengikuti tanggal yang ditetapkan pemerintah kolonial Belanda atau mengikuti saat mulai terbentuknya masyarakat di Jember. Jika mengacu yang terakhir, usia Jember memang bisa jadi lebih tua. Namun tak ada catatan pasti mengenai kapan masyarakat Jember terbentuk dan menamakan dirinya sendiri. Sebagai kota yang dibangun dan dibesarkan Belanda, ada sejumlah bangunan warisan masa lampau yang tersisa dan dipertahankan. Beberapa tahun setelah Indonesa merdeka, pemerintah daerah juga mulai membangun beberapa gedung sendiri yang gaya arsiteknya masih berbau arsitek warisan Belanda. Itu pun tak semuanya bertahan bentuknya. Gedung yang masih utuh salah satunya adalah gedung bekas kantor maskapai Hindia Belanda atau Nederlandasche Handel Maatschappij, yang sekarang terletak di samping pos polisi Jalan Sultan Agung. Kantor Badan Kepegawaian Daerah sebelum direnovasi menunjukkan bangunan asli kantor pemerintahan Jember setelah menjadi regenstchap tahun 1929. Sementara gedung baru yang dibangun 1950-an antara lain gedung pasar Tanjung, yang kini menjadi padat. Sayang cukup banyak bangunan kuno peninggalan Belanda yang telah tergusur karena perkembangan zaman. Sebut saja alun-alun, yang tak lagi dikelilingi bangunan-bangunan kuno seperti kantor pengadilan maupun Hotel Djember, walau pakem adanya kantor pemerintahan, masjid, dan penjara di sekelilingnya masih bertahan. Namun bangunannya tak lagi kuno. Goenawan Mohamad dalam salah satu esainya di tahun 1981 yang menggambarkan indah masa lampau kota-kota di Indonesia, seperti di Jember, yang telah hilang: “Dulu ada alun-alun bersih dengan dua beringin kurung yang akarnya terjela-jela. Dulu di selatan ada kabupaten, ditandai oleh sebuah bangunan kolonial dengan pendopo yang menghadang angin.” Bekas kantor kawedanan pun berubah menjadi pusat pertokoan. Gedung Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute) yang didirikan 1 Januari 1911 dengan nama Besoekisch Proefstation, pun direnovasi sehingga kehilangan cita rasa warisan masa lalunya. Entahlah. Mungkin warga Jember seperti warga London, Inggris, menyitir tulisan esais Goenawan Mohamad: “tak mau kotanya menjadi museum.” Kini, foto-foto menjadi satu-satunya ‘mesin waktu’ yang mengirim kita ke masa lampau: mengirim kita ke seboeah kota pada soeatoe masa. Seboeah kota namanya Djember.
er. Namun, Jember belum punya tagline atau kalimat pemikat dan pengingat untuk mempromosikan dunia pariwisata. Padahal, Jember memiliki kekuatan di sisi keindahan alam dan juga budaya. Dari sisi keindahan alam, Jember terhitung daerah yang lengkap. Betapa tidak, di sisi selatan, Jember memiliki laut. Di kota ini juga banyak perkebunan, dan ada juga wisata pegunungan. Jember adalah kota yang dipenuhi gumuk (bukit kecil) dan gunung. Dari sisi kekayaan khasanah budaya, Jember disebut sebagai daerah Pendalungan. Di sini hidup dua etnis besar, Jawa dan Madura, yang sama-sama memiliki seni tradisi yang khas. Otak pun diputar, mencari ilham: apa tagline yang sesuai, dan sampailah pada suatu gagasan. Empat kata yang dirasa bisa mewakili Jember: Naturally Jember, Lovely Destination. Pilihan untuk mengedepankan ‘Naturally Jember’ tak lepas dari masih alaminya keunggulan pariwisata kota ini. Jika bosan dengan kehidupan modern yang serba mekanis dan tercemari kepentingan manusia, kembalilah ke alam. Dan Jember menyediakan itu. Bahkan, seorang budayawan Dr. Ayu Sutarto dalam wawancara untuk Halo Jember pernah memuji kelebihan Jember dibandingkan tempat lain. Jadi, rasanya tak ada yang lebih mengena daripada mengucapkan: Naturally Jember, Lovely Destination. Ini kota kami, dan kami berharap ini akan menjadi rumah Anda juga. Selamat datang.
0/5000
Dari: -
Ke: -
Hasil (Inggris) 1: [Salinan]
Disalin!
Jember is now ranks seventh out of 38 cities/regencies in East Java that has a tourist is quite high. At least 250 thousand domestic and foreign tourists annually come to OLD PROJECTS JembDJEMBERHow we imagine Jember on the past? Maybe with the romance, though somewhat limited. We imagine that the passage in an essay of Gunawan Mohamad, journalist and artist honours celebrities of that: "I have nothing to wear: the past is present routinely, and are proud of." Gunawan speaking of Bruges, a city in Europe. Certainly far away from Jember. However, Jember in the past, was also created by Jember another civilization called the West. Europe. Then, looking at photos of Jember in the past, we will feel what Western people created it in the past I have nothing to wear. Not obviously true, who gave the name Jember. What does also does not light. Some say Jember is intended as an open spacious or roomy or in Javanese. The name of Jember's own recognized Netherlands Government archives. Provinciaal Blad ban Oost Java, 7 September 1929. Jember is not intended to be developed from the outset as an administrative city, but an area of plantations. Around 1850, George Birnie, a Netherlands a Scottish descent, opened a tobacco plantation in Jember, for a result to be marketed in Europe. According to Andreas Harsono in Hoakiao of Jember, Birnie bring workers from Blitar and the island of Madura. Birnie was married to a woman, Rabina Java, and send their children to the Netherlands to study. Birnie tobacco planting not only becomes the raw material of the cigar. He also planted coffee, rubber, and cocoa. Later became a coffee Research Center Jember and cocoa. Jember in the 19th century was a afdeling, part of Bondowoso. Plantation crops are cultivated on the slopes of Mount Argopuro. entire company name Birnie is a Lanbhouw plantation Maaschappij Out Djember. The plantation laborers brought in from several areas in Jember, East Java, to make a busy. In 1805, the population of Jember only five thousand people. The late 19th century has reached about one million people. This spurred the mobilization of population economics. This is where there is a change of governmental system Jember. Previously, Jember is just a shade under afdeeling Gewestelijk Besoeki Bestuur, led a Resident. Jember is divided into six districts, each district is headed by a figure, i.e. the District of Jember, Sukokerto, Mayang, Rambipuji, Dikes, and Puger. Netherlands Indies Government thus enhancing the status of Jember afdeeling became regentschap. Regentschap equivalent to counties. The Regent is no longer a bule Netherlands, but a sawo mature skinned natives. Jember is designated as the County through the staatsblad No. 322 on Bestuurshervorming, Decentralisastie, Regentschappen Oost-Java. Pengesahnya is the Governor General of the De Graeff. The number of the district expanded into seven districts, namely Kalisat, Jember, Mayang, Rambipuji, Embankment, Puger, Wuluhan and the actual letter assignment. Jember district signed as August 9, 1928. However, the letter was effective from January 1, 1929. Later, January 1 set as the day So Jember. In this context, there was a debate whether the day so specified date following Jember colonial Government during or following the Netherlands began the formation of communities in Jember. If the reference to the latter, the age of Jember indeed could be older. But there are no definite records on when society was formed in Jember and named himself. As the City developed and grew up there, the Netherlands a number of heritage-listed buildings remaining in the past and maintained. A few years after Indonesia became independent, the local Government also started building some of its own building style of the architect still smelling Netherlands Heritage architects. It's not all survive form. The building is still intact, one of which was the building of the former Netherlands East Indies airline office or Nederlandasche Handel Maatschappij, which is now located beside the police station Jalan Sultan Agung. Staffing Agency office area before renovated original building government offices show Jember after becoming regenstchap in 1929. While a new building was built of the 1950s, among others, the building market of Cape, which now becomes a solid. Dear pretty much ancient building relics of the Netherlands who have been displaced due to the development of the times. Call it the square, which is no longer surrounded by ancient buildings such as court offices and Hotels, although the existing presence of Djember Government offices, mosques and prisons around him still survives. But the building is no longer the old-fashioned. Gunawan Mohamad in one of his essays in 1981 that described the past beautiful cities in Indonesia, such as in Jember, which was lost: "there used to be a clean square with two brackets that the roots of the Banyan terjela-jela. It used to be in the South there are counties, marked by a colonial building with a verandah facing the wind. " The former Office of kawedanan was transformed into a shopping center. The Coffee and cocoa Research Centre Indonesia (Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute), founded 1 January 1911 under the name Besoekisch, was renovated so the Proefstation lose flavour of its past heritage. I Dunno. Perhaps the citizens of Jember as the citizens of London, United Kingdom, quoted the writings of Gunawan Mohamad essayist: "couldn't help his city into a museum." Now, the pictures became the only ' time machine ' that sends us into the past: send us to the town of seboeah in the soeatoe period. Seboeah city name Djember.ER. However, Jember haven't had a tagline or decoy and reminder phrase to promote tourism. Whereas, Jember had the power in the beauty of nature and culture. From the beauty of nature, a complete area accounts for Jember. How much does, on the South side, Jember had the sea. The city is also a lot of plantation, and there are also tours of the mountains. Jember is a city filled with sand (small hills) and mountains. From the wealth of cultural treasures, Jember is referred to as the Pendalungan. Here lived the two major ethnic, Java and Madura, which both have a unique tradition of art. The brain also played, looking for inspiration: what's the tagline to match, and came to an idea. Four words that could reasonably represent Jember: Naturally Jember, Lovely Destination. Option to put forward a ' Naturally ' could not be separated from Jember is still its natural advantages of tourism of the city. If you get bored with the life of a modern multi purpose mechanical and human interests are heavily polluted, return to nature. And Jember provides it. In fact, a humanist Dr. Ayu Sutarto in interview to Hello Jember ever extolled the advantages of Jember in comparison to other places. So, it seems like there's nothing more to do than say: Naturally Jember, Lovely Destination. This is our city, and we hope this will be your home too. Welcome to.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Hasil (Inggris) 2:[Salinan]
Disalin!
Jember kini menduduki peringkat ketujuh dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kunjungan wisata cukup tinggi. Sedikitnya 250 ribu wisatawan domestik maupun mancanegara setiap tahunnya datang ke JembDJEMBER TEMPOE DOELOE
Bagaimana kita membayangkan Jember pada masa lalu? Mungkin dengan romantisme, walau agak terbatas. Kita membayangkan secuil pasasi pada esai seorang Goenawan Mohamad, wartawan dan seniman kesohor itu: “Tak ada yang aus: masa silam hadir secara rutin, dan secara bangga.” Goenawan bicara soal Bruges, sebuah kota di Eropa. Tentu jauh sekali dari Jember. Namun, Jember pada masa lalu, adalah Jember yang juga diciptakan oleh peradaban lain yang disebut Barat. Eropa. Maka, melihat foto-foto Jember di masa lampau, kita akan merasa apa yang diciptakan orang-orang Barat itu pada masa lampau tak ada yang aus. Tidak jelas benar, siapa yang memberi nama kota ini Jember. Apa artinya juga tak terang. Ada yang mengatakan Jember dimaksudkan sebagai jembar atau luas atau lapang dalam bahasa Jawa. Nama Jember sendiri dikenali dari arsip-arsip pemerintahan Belanda. Provinciaal Blad ban Oost Java, 7 September 1929. Jember sejak awal tidak dimaksudkan dikembangkan sebagai sebuah kota administratif, namun sebuah daerah perkebunan. Sekitar tahun 1850, George Birnie, seorang Belanda keturunan Skotlandia, membuka perkebunan tembakau di Jember, untuk dipasarkan hasilnya ke Eropa. Menurut Andreas Harsono dalam Hoakiao dari Jember, Birnie mendatangkan pekerja dari Blitar dan Pulau Madura. Birnie menikahi Rabina, seorang perempuan Jawa, dan mengirim anak-anak mereka ke Belanda untuk belajar. Birnie tak hanya menanam tembakau yang menjadi bahan baku cerutu. Dia juga menanam kopi, karet, dan kakao. Kelak Jember menjadi pusat penelitian kopi dan kakao. Jember pada abad 19 adalah sebuah afdeling, bagian dari kabupaten Bondowoso. Tanaman perkebunan dibudidayakan di sekujur lereng pegunungan Argopuro.Nama perusahaan perkebunan Birnie adalah Lanbhouw Maaschappij Out Djember. Pekerja-pekerja perkebunan yang didatangkan dari beberapa daerah di Jawa Timur, membuat Jember menjadi ramai. Tahun 1805, jumlah penduduk Jember hanya lima ribu orang. Akhir abad 19 sudah mencapai sekitar satu juta orang. Pertambahan penduduk ini memacu mobilisasi ekonomi. Dari sinilah terjadi perubahan sistem pemerintahan Jember. Sebelumnya, Jember hanyalah sebuah afdeeling di bawah naungan Gewestelijk Bestuur Besoeki, yang dipimpin seorang Residen. Jember terbagi menjadi enam distrik, yang masing-masing distrik dipimpin seorang wedana, yakni Distrik Jember, Sukokerto, Mayang, Rambipuji, Tanggul, dan Puger. Pemerintah Hindia Belanda lantas meningkatkan status Jember dari afdeeling menjadi regentschap. Regentschap setara dengan kabupaten. Sang bupati bukan lagi bule Belanda, tapi pribumi yang berkulit sawo matang. Jember ditetapkan sebagai kabupaten melalui staatsblad nomor 322 tentang Bestuurshervorming, Decentralisastie, Regentschappen Oost Java. Pengesahnya adalah Gubernur Jenderal De Graeff . Jumlah distrik diperluas menjadi tujuh, yakni distrik Jember, Kalisat, Mayang, Rambipuji, Tanggul, Puger, dan Wuluhan.Sebenarnya surat penetapan Jember sebagai kabupaten ditandatangani 9 Agustus 1928. Namun, surat itu berlaku efektif 1 Januari 1929. Kelak, 1 Januari ditetapkan sebagai Hari Jadi Jember. Dalam konteks ini, sempat ada perdebatan, apakah hari jadi Jember mengikuti tanggal yang ditetapkan pemerintah kolonial Belanda atau mengikuti saat mulai terbentuknya masyarakat di Jember. Jika mengacu yang terakhir, usia Jember memang bisa jadi lebih tua. Namun tak ada catatan pasti mengenai kapan masyarakat Jember terbentuk dan menamakan dirinya sendiri. Sebagai kota yang dibangun dan dibesarkan Belanda, ada sejumlah bangunan warisan masa lampau yang tersisa dan dipertahankan. Beberapa tahun setelah Indonesa merdeka, pemerintah daerah juga mulai membangun beberapa gedung sendiri yang gaya arsiteknya masih berbau arsitek warisan Belanda. Itu pun tak semuanya bertahan bentuknya. Gedung yang masih utuh salah satunya adalah gedung bekas kantor maskapai Hindia Belanda atau Nederlandasche Handel Maatschappij, yang sekarang terletak di samping pos polisi Jalan Sultan Agung. Kantor Badan Kepegawaian Daerah sebelum direnovasi menunjukkan bangunan asli kantor pemerintahan Jember setelah menjadi regenstchap tahun 1929. Sementara gedung baru yang dibangun 1950-an antara lain gedung pasar Tanjung, yang kini menjadi padat. Sayang cukup banyak bangunan kuno peninggalan Belanda yang telah tergusur karena perkembangan zaman. Sebut saja alun-alun, yang tak lagi dikelilingi bangunan-bangunan kuno seperti kantor pengadilan maupun Hotel Djember, walau pakem adanya kantor pemerintahan, masjid, dan penjara di sekelilingnya masih bertahan. Namun bangunannya tak lagi kuno. Goenawan Mohamad dalam salah satu esainya di tahun 1981 yang menggambarkan indah masa lampau kota-kota di Indonesia, seperti di Jember, yang telah hilang: “Dulu ada alun-alun bersih dengan dua beringin kurung yang akarnya terjela-jela. Dulu di selatan ada kabupaten, ditandai oleh sebuah bangunan kolonial dengan pendopo yang menghadang angin.” Bekas kantor kawedanan pun berubah menjadi pusat pertokoan. Gedung Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute) yang didirikan 1 Januari 1911 dengan nama Besoekisch Proefstation, pun direnovasi sehingga kehilangan cita rasa warisan masa lalunya. Entahlah. Mungkin warga Jember seperti warga London, Inggris, menyitir tulisan esais Goenawan Mohamad: “tak mau kotanya menjadi museum.” Kini, foto-foto menjadi satu-satunya ‘mesin waktu’ yang mengirim kita ke masa lampau: mengirim kita ke seboeah kota pada soeatoe masa. Seboeah kota namanya Djember.
er. Namun, Jember belum punya tagline atau kalimat pemikat dan pengingat untuk mempromosikan dunia pariwisata. Padahal, Jember memiliki kekuatan di sisi keindahan alam dan juga budaya. Dari sisi keindahan alam, Jember terhitung daerah yang lengkap. Betapa tidak, di sisi selatan, Jember memiliki laut. Di kota ini juga banyak perkebunan, dan ada juga wisata pegunungan. Jember adalah kota yang dipenuhi gumuk (bukit kecil) dan gunung. Dari sisi kekayaan khasanah budaya, Jember disebut sebagai daerah Pendalungan. Di sini hidup dua etnis besar, Jawa dan Madura, yang sama-sama memiliki seni tradisi yang khas. Otak pun diputar, mencari ilham: apa tagline yang sesuai, dan sampailah pada suatu gagasan. Empat kata yang dirasa bisa mewakili Jember: Naturally Jember, Lovely Destination. Pilihan untuk mengedepankan ‘Naturally Jember’ tak lepas dari masih alaminya keunggulan pariwisata kota ini. Jika bosan dengan kehidupan modern yang serba mekanis dan tercemari kepentingan manusia, kembalilah ke alam. Dan Jember menyediakan itu. Bahkan, seorang budayawan Dr. Ayu Sutarto dalam wawancara untuk Halo Jember pernah memuji kelebihan Jember dibandingkan tempat lain. Jadi, rasanya tak ada yang lebih mengena daripada mengucapkan: Naturally Jember, Lovely Destination. Ini kota kami, dan kami berharap ini akan menjadi rumah Anda juga. Selamat datang.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
 
Bahasa lainnya
Dukungan alat penerjemahan: Afrikans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Basque, Belanda, Belarussia, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Burma, Cebuano, Ceko, Chichewa, China, Cina Tradisional, Denmark, Deteksi bahasa, Esperanto, Estonia, Farsi, Finlandia, Frisia, Gaelig, Gaelik Skotlandia, Galisia, Georgia, Gujarati, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Ibrani, Igbo, Inggris, Islan, Italia, Jawa, Jepang, Jerman, Kannada, Katala, Kazak, Khmer, Kinyarwanda, Kirghiz, Klingon, Korea, Korsika, Kreol Haiti, Kroat, Kurdi, Laos, Latin, Latvia, Lituania, Luksemburg, Magyar, Makedonia, Malagasi, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Melayu, Mongol, Nepal, Norsk, Odia (Oriya), Pashto, Polandia, Portugis, Prancis, Punjabi, Rumania, Rusia, Samoa, Serb, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovakia, Slovenia, Somali, Spanyol, Sunda, Swahili, Swensk, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraina, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddi, Yoruba, Yunani, Zulu, Bahasa terjemahan.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: