PESIRAH EMPAT PETULAI : DALAM KISAH PUTRI GADING CEMPAKA Tersebutlah dalam sebuah kisah, pada mulanya yang memerintah di negeri Sungai Serut ini ialah seorang raja yang berasal dari Majapahit, namanya Ratu Agung. Sebagai cikal-bakal dari kerajaan Sungai Serut, konon ceritanya, Ratu Agung adalah jelmaan bangsa dewa dari Gunung Bungkuk yang mendapat tugas untuk mengatur bangsa manusia di bumi. Adapun rakyat yang diperintahkan oleh Ratu Agung ialah rakyat Rejang Sawah. Rakyatnya berperawakan tinggi, tegap, dan besar melebihi ukuran manusia pada umumnya. Disamping itu, dibagian tulang sulbinya agak sedikit menonjol yang panjangnya sekitar satu jari. Oleh sebab itulah, rakyat Ratu Agung ini juga disebut oleh orang sebagai Rejang Berekor. Sebagai jelmaan dewa dari Gunung Bungkuk, Ratu Agung tidak saja mampu memerintah dengan adil, bijak, dan penuh wibawa, tetapi juga telah berhasil membangun negeri Sungai Serut hingga menjadi negeri yang kaya dan makmur. Sebuah istana yang sangat megah juga telah didirikan di mudik kuala Sungai Serut. Di singgasana yang amat megah inilah yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan juga tempat kediaman sang Ratu Agung bersama kerabat kerajaan dan ketujuh putra-putrinya, yang terdiri atas enam laki-laki dan seorang perempuan. Anak yang pertama bernama Kelamba Api, yang juga dikenal dengan nama Raden Cili. Yang kedua bernama Manuk Mincur, dan yang ketiga bernama Lemang Batu. Yang keempat bernama Tajuk Rompong, yang kelima bernama Rindang Papan, yang keenam bernama Anak Dalam, dan yang ketujuh atau bungsu bernama Putri Gading Cempaka.Si Bungsu nan Jelita. Selanjutnya dikisahkan, bahwa negeri Sungai Serut kian lama kian Masyhur. Bahkan nama negeri Sungai Serut pun semakin harum di negeri-negeri atau kerajaan-kerajaan manca lainnya. Terlebih lagi, keharuman nama negeri Sungai Serut ini disebabkan oleh putri bungsu yang bernama Putri Gading Cempaka yang kian hari kian tumbuh dan berkembang menjadi seorang remaja putri nan cantik jelita. Meskipun belum menginjak usia dewasa, tetapi keelokan paras Putri Gading Cempaka ini sudah terlihat dengan jelas pada usia yang masih remaja. Kecantikannya sungguh tiada taranya, bagai bidadari yang turun dari kayangan. Karena kecantikannya yang sungguh tiada bandingnya, maka banyak putra dari kaum bangsawan yang berniat untuk mempersunting sebagai pemdamping hidupnya. Akan tetapi karena saat itu si bungsu masih belum menginjak usia dewasa, maka semua pinangan yang datang menghadap Ratu Agung pun selalu ditolaknya dengan cara yang bijaksana.Wasiat Sang Raja Bulan telah berjalan silih berganti, tahun pun terus berlari, dan juga usia manusia semakin berkurang jatahnya. Yang semula masih kanak-kanak, kemudian menjadi remaja, meningkat dewasa dan kemudian menjadi tua. Begitulah hukum alam dari Sang Pencipta yang berlaku bagi makhluk ciptaan-Nya, tanpa kecuali bangsa manusia. Demikian pula dengan sang Ratu Agung yang kian menua usianya. Pada suatu hari, Ratu Agung pun jatuh sakit karena dimakan usia yang memang sudah tua. Kian hari, sakit yang dideritanya pun tiada kunjung sembuh, bahkan kian bertambah parah saja. Sebagai raja jelmaan dari dewa yang telah menjadi manusia, nalurinya masih kuat, bahwa ajalnya tak lama lagi akan tiba. Oleh sebab itu, sebelum ajalnya tiba, sang Ratu Agung nan bijaksana itu segera memanggil ketujuh putra-putrinya. Setelah ketujuh putraputrinya itu berkumpul sujud di sekeliling ayahandanya, syahdan bersabdalah ayahanda dengan suara pelan penuh wibawa :Duhai anakandaku semua, kini rasanya ayahanda tiadalah kuasa hidup berlama-lama. Sebelum Ayahanda meregang jasad melepas nyawa meninggalkan dunia nan fana, maka Ayahanda hendak menitipkan dua buah wasiat kerajaan ini kepada anakandaku semua. Mendengar sabda ayahanda sang Baginda Ratu Agung yang hendak sekarat itu, raut muka dari ketujuh putra-putrinya itu langsung lesu, memucat. Terlebih si bungsu Putri Gading Cempaka yang tak kuasa menahan gejolak emosi dalam batinnya. Dan perlahan-lahan berderailah air matanya mengucur membasahi kedua pipinya, meskipun belum tampak suara rintihan isak tangis yang keluar dari mulut mungilnya. Ayahanda Baginda Ratu Agung pun lalu melanjutkan sabdanya. Demi menjunjung tinggi rasa keadilan, kedamaian, dan ketentraman di dalam negeri ini, maka Ayahanda berwasiat tahta kerajaan Sungai Serut ini kepada anakandaku Anak Dalam. Namun demikian Ayahanda berpesan hendaknya kalian semua tetap bersatu dalam suka maupun duka, dalam bahagia maupun derita. Adapun wasiat yang kedua adalah, apabila terjadi sesuatu hal yang menimpa negeri Sungai Serut ini, dan negeri ini sudah tidak dapat lagi dipertaruhkan, maka hendaklah kalian semua menyingkir ke Gunung Bungkuk. Di Gunung Bungkuk itulah nanti datang seorang raja yang akan menjadi jodoh anakandaku Putri Gading Cempaka. Wasiat tahta Sungai Serut itupun kemudian diterima oleh Anak Dalam tanpa menimbulkan rasa iri hati pada saudara-saudaranya yang lebih tua. Bahkan semua saudara tuanya telah sepakat mendukung kedua wasiat ayahandanya, meskipun diliputi dengan suasana yang amat mengharukan serta menegangkan.Kabut Duka Sungai Serut Untung tak dapat diraih, nasib pun tak dapat ditolak. Begitulah kalau ajal manusia hendak sirna kembali ke pangkuan Illahi. Setelah ayahanda Putri Gading Cempaka memberikan wasiat kerajaannya kepada Anak Dalam, maka tak seberapa lama, wafatlah sang Baginda Ratu Agung, pendiri dinasti kerajaan Sungai Serut. Melihat Sang Ayahanda Baginda Ratu Agung membisu membujur kaku, serta menutup mata, maka gemuruhlah isak tangis ketujuh putra-putrinya, yang membuat gempar seisi istana. Maka si bungsu Putri Gading Cempaka pun meratap sejadi-jadinya. Seakan si bungsu nan cantik jelita ini tak rela mengantar kepergian Ayahandanya Baginda Ratu Agung untuk selama-lamanya. Demikian buah ratapan Putri Gading Cempaka :Ya ayahku ratu jujungan, Tajuk mahkota lepas di tangan, Malang sangat anak gerangan, Seumur hidup mabuk kenangan, Ayuhai ayahku ayuhai paduka ratu, Tempat bergantung anakanda satu, Sekarang anakanda tujuh piatu, Tentu bercinta setiap waktu, Ya ayahku raja bestari, Anakanda piatu di dalam negeri, Duduk bercinta setiap hari, Pilu dan sedih menyerang diri. Ya Ayahku yang amat kucinta, Tempat bergantung ayah semata, Sekarang patah sudahlah nyata, Karam dunia pemandangan beta. Aduhai ayahku aduhai gusti, Meninggalkan anak sampailah hati, Jadi sesalan tiada terhenti, Kenang-kenangku sebelum mati. Nyata anakmu berhati rindu, Ayah tiada tempat mengadu, Nasi dimakan rasa empedu, Air serasa getah mengkudu. Isak tangis yang tiada terperi itu meriuhkan seisi istana. Kemudian menggema dan menggetarkan seluruh rakyat di negeri Sungai Serut. Kini seluruh anak negeri telah dirundung kabut duka nestapa yang amat dalam, karena Baginda Ratu Agung nan amat dicintai oleh seluruh rakyatnya telah tiada lagi di dunia. Gegap gempitalah segenap pejabat serta kerabat kerajaan, para sanak famili handai taulan, Bilal, Katib, Kadi, serta hamba kerajaan pun berdatangan serta menghatur sembah dihadapan ketujuh putra-putri kerajaan. Sementara tuan Putri Gading Cempaka terlihat masih meratapi jasad Ayahandanya yang telah terbujur kaku. Maka berkatalah salah seorang hamba kerajaan, Ampun diperbanyak ampun, tuan Putri hari sudah tinggi, Ayah tuan harus dimandikan. Anak Dalam lalu bertitahlah kepada salah seorang mamandanya: Mandikanlah dengan segera Mamanda, supaya jasad ayahanda dapat segera kita makamkan. Maka segeralah jasad ayahanda Ratu Agung itupun dimandikan melalui upacara dengan penuh khitmad sebagaimana adat istiadat bagi raja-raja yang wafat pada zaman itu.Anak Dalam Naik Tahta Beberapa lama telah berlalu, kabut duka nestapa di negeri Sungai Serut perlahan lahan telah tersibak dengan sendirinya. Sang mentari pun telah memancarkan lagi keceriaannya meninggalkan kenangan lama yang teramat kelam. Maka segeralah Anak Dalam dinobatkan menjadi raja di Negeri Sungai Serut, menggantikan kedudukan Ayahanda Baginda Ratu Agung. Sebagai anak yang sangat patuh dan berbakti kepada orang tuanya, maka sebelum menjadi raja di negeri Sungai Serut ini, Anak Dalam selalu teringat dan mematuhi apa yang telah dipesankan oleh almarhum ayahanda Baginda Ratu Agung. Pesan ayahanda agar tujuh bersaudara tetap bersatu dalam suka maupun duka, bersama dalam derita maupun bahagia itupun selalu dipegang teguh oleh Anak Dalam. Terlebih terhadap si bungsu, adinda Putri Gading Cempaka yang sangat dicintai oleh kakanda Anak Dalam. Wasiat tahta yang telah diwariskan oleh almarhum Baginda Ratu Agung itu kepada Anak Dalam ternyata mampu dilaksanakan dengan sepenuhnya. Oleh sebab itulah raja Anak Dalam memerintah negeri Sungai Serut dengan adil dan bijaksana. Terbukti, bahwa negeri sungai Serut semasa dibawah pimpinan Anak Dalam itupun kemashyurannya tidak kalah pada masa Baginda Ratu Agung. Bahkan semakin terkenal karena si bungsu Putri Gading Cempaka kini telah beranjak dewasa dan banyaklah kaum putra bangsawan dari negeri manca yang ingin sekali meminangnya.
Pangeran Muda Aceh Terpikat Konon berita tentang keelokan Putri Gading Cempaka yang tiada bandingnya itu telah tersebar di seluruh penjuru wilayah kerajaan manca, tanpa kecuali kerajaan Aceh. Tak pelak lagi, putra mahkota kerajaan Aceh pun sangat terpikat oleh kecantikan Putri Gading Cempaka. Timbulah dalam pikiran Pangeran Muda Aceh hendak pergi ke negeri Sungai Serut untuk meminang Putri Gading Cempaka. Ketika pikiran itu telah mengganggu dalam tidurnya, maka Pangeran Muda Aceh itupun segera memutuskan untuk segera menghadap ayahanda Baginda Sultan, memohon kebawah cerpu baginda hendak berangkat ke negeri Sungai Serut. Tatkala Ayahanda Baginda Sultan melihat dari dekat guratan wajah anakanda Pangeran Muda yang penuh maksud dan asa itu, maka bertitahlah sang baginda : Hai anakku, biji mata ayahanda, apa sebabnya maka anakanda datang dengan bermuram durja ini ? Adakah seorang dayang telah bersalah dalam melayani anakanda. Dayang dan inang pengasuh yang mana kali yang kurang melayani anakanda? Maka seg
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..