Selain sebagai komplek percandian terluas, Candi Penataran juga memiliki kekhasan dalam ikonografi reliefnya Gaya reliefnya menunjukkan bentuk yang jelas berbeda dari candi-candi Jawa Tengah dari sebelum abad ke-11 seperti Candi Prambanan Wujud relief manusia digambarkan mirip wayang kulit, seperti yang bisa dijumpai pada gaya pengukiran yang ditemukan di Candi Sukuh, suatu candi dari masa akhir periode Hindu-Buddha dalam sejarah Nusantara Candi ini diusulkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 19 Oktober 1995, Sepanjang dinding Pendopo Teras terukir kisah Bubhuksah dan Gagang Aking, serta kisah Sri Tanjung Ceritanya adalah sebaga berikut, Bhuksa digambarkan sebagai sesosok makhluk yang berbadan besar, suka memakan apapun, ikhlas dan tidak pernah tidur Sedangkan Gagang aking, kurus kering, suka berpuasa dan juga suka tidur Suatu saat Dewa Siwa menjelma menjadi macan putih guna menguji kedua orang tersebut Tanggapan dari Gagang Aking adalah ”saya orang yang kurus, jangan makan saya tetapi makanlah teman saya yang gemuk” sedangkan Bhuksa ”silakan makanlah tubuh saya” Dalam ujian tersebut Bhuksa lulus dan ia kemudian masuk Surga Hikmah yang bisa dipetik dari kisah tersebut yakni manusia harus ikhlas dalam menjalani hidup ini, Kisah berikutnya yang terukir pada relief Pendopo Teras adalah kisah Sri Tanjung, yang dimulai dari sisi barat ke selatan dengan putaran prasanawya Kisah Sri Tanjung diawali dengan lukisan Raden Sidapaksa mengabdi kepada Raja Sulakrama di Negeri Sindurejo. Sidapaksa diutus mencari obat oleh raja kepada kakeknya Bhagawan Tamba Petra dan di sana ia menjalin cinta dengan Sri Tanjung Setelah menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Sindurejo Raja Sulakrama tergila-gila dengan Sri Tanjung, sehingga mencari daya agar bisa memisahkannya dengan Sidapaksa Sidapaksa lantas diutus ke Sorga, dengan membawa surat yang isinya pembawa surat akan menyerang Sorga Atas bantuan Sri Tanjung yang menerima warisan selendang dari ayahnya Raden Sudamala, dia bisa ke sorga, dan di sana dia dihajar para dewa Namun akhirnya dengan menyebut leluhurnya Pandawa dia dibebaskan dan diberi berkah Sepeninggal Sidapaksa, Sri Tanjung dipaksa oleh Sulakrama dan Sri Tanjung menolak Mendadak datang Sidapaksa dan Sri Tanjung difitnah mengajak raja berzinah Akhirnya dengan garang Sidapaksa membunuh Sri Tanjung Namun Sri Tanjung dihidupkan kembali oleh para dewa Sidapaksa pun diharuskan membunuh Raja Sulakrama, dan dalam peperangan dia berhasil, Pada dinding Candi Utama terukir relief Ramayana dengan tokoh Rama dan Shinta, dan relief Kresnayana dengan tokoh Krisna dan Rukmini. Kisah Kresnayana menceritakan Krisna yang menculik dan mempersunting Rukmini Relief candi di Jawa Timur biasanya dipahat berdasarkan analogi riwayat hidup tokoh yang didharmakan di tempat tersebut. Kisah Ramayana dan Kresnayana yang dipahatkan pada dinding candi Penataran ditafsirkan mirip dengan kisah Ken Arok dan Ken Dedes Ketokohan Ken Arok sendiri masih menjadi kontroversi antara karakter seorang bandit yang berambisi memperbaiki keturunan setelah mengerti arti cahaya yang terpancar dari garbha Ken Dedes yang dilihatnya dan kemudian membunuh Tunggul Ametung yang menjadi suami sang nareswari, atau karakter seorang bangsawan yang mengemban amanat dari Mpu Purwa yang merupakan ayah Ken Dedes sekaligus keturunan Mpu Sindok untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Kanjuruhan yang ditaklukkan oleh kerajaan Kediri, dengan dukungan kalangan brahmana dari kedua kerajaan Kitab Negarakretagama menyebutkan bahwa Ken Arok dicandikan di daerah Kagenengan, yang dewasa ini masih tersisa sebagai nama desa di wilayah selatan Kabupaten Malang, tepatnya di Kecamatan Pakisaji Belum dapat dipastikan apakah Desa Kagenengan ini merupakan tempat yang sama yang disebut dalam kitab Negarakertagama, dan apakah luas daerah ini pada zaman itu meliputi wilayah Kecamatan Nglegok, tempat Candi Penataran berada